REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah berada di Madinah, Nabi Muhammad SAW berhasil menyatukan suku-suku Arab setempat, terutama Aus dan Khazraj. Sebelum Rasulullah SAW berada di tengah mereka, kedua kabilah itu sering kali berseteru.
Kini, Islam telah mengikat mereka dalam sebuah tali persaudaraan, sehingga tidak ada lagi dendam. Mereka menutup luka masa lalu dengan membangun kekuatan sosial di bawah kepemimpinan Nabi SAW.
Namun, ketika mereka larut dalam kegembiraan, tiba-tiba datang seorang Yahudi memanas-manasi mereka. Si Yahudi tersebut membangkitkan kembali masa-masa permusuhan dahulu di antara Aus dan Khazraj.
Karena baru sembuh dari luka, agitasi Yahudi itu berhasil membangkitkan kembali rasa permusuhan antara kedua suku tersebut. Masing-masing merasa bahwa kabilahnya adalah yang paling unggul.
Ibarat bara disiram bensin, api yang telah padam pun kembali menyala dan membakar hati mereka. Akhirnya, terjadilah baku hantam antar-orang. Itu nyaris meluas jadi tawuran massal antara suku Aus dan Khazraj.
Mendengar kejadian itu, Nabi SAW segera menuju tempat kejadian. Beliau pun mendamaikan kedua belah pihak yang bertikai tersebut.
Lantas, turunlah wahyu Allah, yakni Alquran surah Ali Imran ayat ke-103.
وَاعۡتَصِمُوۡا بِحَبۡلِ اللّٰهِ جَمِيۡعًا وَّلَا تَفَرَّقُوۡا ۖ وَاذۡكُرُوۡا نِعۡمَتَ اللّٰهِ عَلَيۡكُمۡ اِذۡ كُنۡتُمۡ اَعۡدَآءً فَاَ لَّفَ بَيۡنَ قُلُوۡبِكُمۡ فَاَصۡبَحۡتُمۡ بِنِعۡمَتِهٖۤ اِخۡوَانًا ۚ
"Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara."
