REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kelompok Hamas tengah melakukan pembicaraan dengan pemerintah Amerika Serikat (AS) terkait kemungkinan gencatan senjata di Gaza serta pengiriman bantuan kemanusiaan ke wilayah yang terkepung tersebut. Hal ini disampaikan seorang pejabat senior Palestina yang mengetahui proses diskusi tersebut, seperti dilaporkan Alarabiya mengutip Reuters, Ahad (11/5/2025).
Langkah diplomatik ini muncul di tengah krisis kemanusiaan yang kian memburuk di Gaza, setelah Israel memutus total pasokan ke wilayah tersebut sejak 2 Maret. Persediaan makanan yang disimpan selama masa gencatan senjata awal tahun kini telah habis, dan PBB memperingatkan bahwa 2,3 juta penduduk Gaza menghadapi ancaman kelaparan.
Presiden AS Donald Trump, dalam pernyataan terbarunya menegaskan komitmennya untuk membantu menyalurkan bantuan pangan ke Gaza. Mekanisme baru yang didukung Washington untuk mengalirkan bantuan kemanusiaan dipastikan akan segera diberlakukan. Utusan AS untuk Israel juga menyatakan hal serupa pada Jumat lalu.
Meski tidak merinci isi pembicaraan, seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS menyampaikan bahwa Washington terus mendukung upaya Qatar dan Mesir dalam memediasi kesepakatan damai antara pihak-pihak yang bertikai.
Namun, juru bicara itu menegaskan bahwa Hamas bertanggung jawab penuh atas pecahnya perang dan dimulainya kembali konflik bersenjata.
“Presiden Trump telah menyampaikan dengan tegas konsekuensi yang akan dihadapi Hamas jika terus menahan para sandera, termasuk warga negara Amerika Edan Alexander serta jenazah empat warga negara AS lainnya,” kata dia.
AS sendiri telah terlibat dalam sejumlah diskusi dengan Hamas guna membebaskan para sandera asal Amerika yang masih ditawan di Gaza.
Sejak konflik kembali pecah pada 18 Maret, Israel secara efektif membatalkan perjanjian gencatan senjata yang tercapai pada Januari lalu dan melanjutkan kampanye militernya di Gaza. Pemerintah Israel menyatakan bahwa operasi militer akan terus diperluas hingga Hamas berhasil dilumpuhkan sepenuhnya.