Kamis 08 May 2025 19:18 WIB

Apakah Muslim Harus Memilih Mazhab Fikih?

Apakah orang harus memilih antara keempat mazhab fikih yang ada?

Mazhab fikih dalam Islam.
Foto: DOK Rep
Mazhab fikih dalam Islam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat Rasulullah SAW masih hidup, umat Islam dapat bertanya langsung dan mendapatkan ketetapan hukum dari beliau. Sesudah Nabi SAW wafat, banyak sahabat yang menghafal Alquran juga menerangkan agama sesuai contoh Rasul SAW. Barulah pada abad ketiga Hijriyah, hadis-hadis mulai dibukukan. Sejak saat itu, sumber hukum Islam dapat digali dengan mudah.

Jumlah mujtahid pada masa tabiin dan tabiit tabiin banyak. Akan tetapi, hanya empat yang diakui secara luas. Keempat mujtahid itu adalah Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad Ibnu Hambal. Adapun kaum awam yang tak mampu melalukan ijtihad disebut sebagai muqallid atau orang yang bertaklid. Mereka ini mengikuti pendapat mujtahid yang sudah ada.

Baca Juga

Secara umum, jumhur ulama menyatakan, siapa yang menetapkan bagi dirinya sendiri untuk mengikuti salah satu mazhab tertentu, maka ketetapan tersebut tidak mengikatnya. Sebab, tidak ada yang wajib diikuti ketetapannya dalam bidang agama kecuali Allah SWT dan Rasul-Nya.

Pandangan tentang keharusan berpegang pada satu mazhab saja dinilai rusak. Sebab, itu menunjukkan sikap taklid yang melampaui batas. Pada zaman sahabat dan tabiin, seorang muqallid dibebaskan untuk bertanya kepada siapa saja di kalangan ulama. Saat ia bertanya suatu masalah kepada seorang ulama, ia tidak dilarang bertanya pada ulama lain tentang kasus lain.

Talfiq mazhab

Acapkali, perbedaan pendapat antarmazhab tampak mendasar. Mulai dari hukum suatu ibadah, sampai syarat, rukun, dan tata caranya. Seorang muqallid pun tidak bisa mengikuti mazhab secara utuh sehingga mesti melakukan talfiq.

Mengutip Tebuireng Online, talfiq berarti menggabungkan dua atau lebih pendapat mazhab yang berbeda dalam satu ibadah. Misal, seorang pria yang membasuh beberapa helai rambut ketika wudhu. Orang itu mengikuti mazhab Syafi’i. Akan tetap, ketika menyentuh perempuan, ia tidak mengulangi wudhunya sehingga bisa dikatakan ia mengikuti mazhab Abu Hanifah. Sebab, bagi mazhab Syafii, bersentuhan dengan perempuan membatalkan wudhu.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement