REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada zaman dahulu, seorang laki-laki hidup di tengah Bani Israil. Sebutlah ia Fulan. Masyarakat sering kali terganggu oleh perangainya.
Sampai pada suatu hari, Fulan menemui ajal. Kematiannya membuat lega mayoritas warga. Sayangnya, akhlak yang kurang elok malah ditunjukkan mereka.
Penduduk lokal tidak sudi memandikan, mengafani, dan menshalatkan jenazah almarhum. Malahan, mayat yang malang itu dibuangnya ke sebuah kubangan. Jasad itu berada di atas tumpukan sampah.
Tidak sampai sehari kemudian, masyarakat lokal dikejutkan oleh sebuah berita. Dari arah batas kota, datanglah Nabi Musa AS. Penduduk setempat sama sekali tidak menyangka, sang utusan Allah SWT menyambangi tempat tinggal mereka hanya untuk mengurus mayat Fulan.
Kepada mereka, Nabi Musa AS menyampaikan nubuat Allah Ta’ala. Zat Yang Maha Mengetahui telah berfirman kepadanya, “Wahai Musa, ada seorang lelaki meninggal dunia di kota itu, dan jasadnya dibuang warga di tempat sampah. Padahal, ia adalah salah seorang wali-Ku. Mereka tidak memandikan, mengafani, dan mengubur jenazahnya. Maka pergilah engkau, Musa! Mandikan, kafani, dan shalatkanlah orang itu!”
Mengetahui keterangan itu, para tokoh setempat kemudian menunjukkan lokasi tempat pembuangan jenazah tersebut. Orang-orang ramai mengikuti Nabi Musa dari belakang.
Saat menjumpai mayat itu, Nabi Musa bertanya kepada beberapa pemuka lokal. Apa yang menyebabkan Fulan hingga mendapatkan perlakuan yang mengenaskan ini?
“Dia semasa hidupnya banyak berbuat jahat,” kata yang ditanya.
View this post on Instagram
Kemudian, Musa AS mengangkat kedua tangannya ke langit dan berdoa, “Ya Allah, Engkau telah menyuruhku untuk mengubur dan menshalatkannya, sedangkan kaumnya mengaku telah menyaksikan kejahatannya. Sungguh, Engkau lebih mengetahui daripada mereka mengenai kebaikan dan kejahatan orang ini (Fulan).”
Allah berfirman kepada nabi-Nya, “Wahai Musa, apa yang disampaikan mereka adalah benar. Namun, mereka tidak mengetahui doa yang dipanjatkan orang itu kepada-Ku menjelang wafatnya. Bagaimana Aku tidak kasihan kepadanya ketika ia memohon, sedangkan Aku adalah Zat Yang Maha Penyayang di antara para penyayang.”
“Wahai Tuhanku, apakah perkara yang dia doakan itu?” tanya Musa.
Allah Ta’ala menjawab, “Menjelang matinya, orang itu berdoa, ‘Wahai Tuhanku, Engkau mengetahui bahwa hatiku tidak menyukai maksiat walaupun aku melakukan maksiat. Dan perbuatanku itu didorong tiga hal, yakni hawa nafsu, teman yang buruk, dan iblis terkutuk. Mereka menjerumuskanku ke dalam maksiat. Engkau mengetahui semua yang ada dalam diriku, semua yang kuucapkan, maka ampunilah diriku.