REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV— Perlawanan Palestina telah meningkatkan operasinya melawan tentara pendudukan Israel di Jalur Gaza, di saat Israel semakin gencar berbicara tentang terkikisnya kekuatan Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) dan berakhirnya kemampuan tempur mereka, yang telah dibantah oleh serangkaian penyergapan dan serangan berkualitas baru-baru ini.
Sejak pertengahan bulan ini, beberapa daerah di dalam Jalur Gaza, terutama Beit Hanoun, lingkungan Al-Tuffah dan Khan Younis, telah menjadi saksi serangan perlawanan dengan menggunakan terowongan dan senjata anti-peluru, yang menyebabkan luka-luka dan korban jiwa di antara pasukan pendudukan.
Mayor Jenderal Fayez al-Dweiri, seorang ahli militer dan strategis, percaya bahwa penyergapan yang dilakukan oleh Brigade Al Qassam dalam 96 jam terakhir, yang berjumlah sekitar tujuh operasi, memiliki karakter kualitatif yang mencerminkan perkembangan taktis yang luar biasa.
Sebagian besar operasi ini berlangsung di zona penyangga yang dikendalikan oleh tentara pendudukan, yang menegaskan keefektifan terowongan dan kemampuan para pejuang untuk beroperasi di belakang garis musuh tanpa terdeteksi atau digagalkan.
Al-Dweiri menganggap bahwa diamnya para pejuang selama hampir satu bulan bukanlah sebuah kemunduran, tetapi lebih merupakan hasil dari pergeseran dalam taktik militer setelah penunjukan Kepala Staf yang baru, Eyal Zamir, yang memberikan prioritas mutlak pada angkatan udara dengan 80 persen persen persenjataan, sementara peran pasukan darat menurun.
BACA JUGA: Riset Paling Mutakhir Ini Tegaskan Kembali Isyarat Alquran Adanya Kehidupan Luar Angkasa
Selama periode ini, katanya, perlawanan kehilangan kesempatan untuk terlibat, tetapi memposisikan diri untuk mengeksploitasi setiap celah taktis.
Pesan dan waktu
Menurut penulis dan analis politik Wissam Afifa, operasi-operasi yang dilakukan baru-baru ini mengirimkan pesan-pesan politik dan militer pada waktu yang sangat penting.
