Sabtu 29 Mar 2025 20:07 WIB

Kemenag: Ketinggian Hilal di Indonesia Belum Memenuhi Kriteria MABIMS

Ijtimak kali ini bertepatan dengan momentum gerhana matahari parsial.

Pengamatan hilal untuk menentukan awal Syawal 1446 Hijriah di Fakultas Syariah Universitas Islam Bandung (Unisba) di Observatorium Albiruni, Jalan Tanansari, Kota Bandung, Sabtu (29/3 2025). Kegiatan ini dilakukan bersama Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat serta Badan Hisab dan Rukyat Daerah (BHRD) Provinsi Jawa Barat. Observatorium Albiruni, yang berlokasi pada koordinat Lintang -6?54’12” LS dan Bujur 107?36’32” BT dengan ketinggian 750 meter di atas permukaan laut, menjadi salah satu titik resmi pengamatan hilal.
Foto: Edi Yusuf
Pengamatan hilal untuk menentukan awal Syawal 1446 Hijriah di Fakultas Syariah Universitas Islam Bandung (Unisba) di Observatorium Albiruni, Jalan Tanansari, Kota Bandung, Sabtu (29/3 2025). Kegiatan ini dilakukan bersama Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat serta Badan Hisab dan Rukyat Daerah (BHRD) Provinsi Jawa Barat. Observatorium Albiruni, yang berlokasi pada koordinat Lintang -6?54’12” LS dan Bujur 107?36’32” BT dengan ketinggian 750 meter di atas permukaan laut, menjadi salah satu titik resmi pengamatan hilal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Tim Hisab Rukyat Kementerian Agama (Kemenag) RI Cecep Nurwendaya menyebutkan memaparkan tinggi hilal di seluruh wilayah Indonesia belum memenuhi kriteria Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS). 

Dalam seminar menjelang Sidang Isbat 1446 Hijriah di Kantor Kemenag, Jakarta, Sabtu, Cecep memaparkan tinggi hilal di seluruh wilayah NKRI antara -3°15'28"(-3,26°) sampai dengan -1°04'34"(-1,08°), dengan elongasi antara 1°36'23"(1,61°) sampai dengan 1°12'53"(1,21°).

Baca Juga

Merujuk kriteria MABIMS, awal bulan hijriah ditetapkan jika hilal memiliki tinggi minimal 3 derajat dan elongasi atau jarak sudut antara dua benda langit mencapai 6,4 derajat.

"Berdasarkan kriteria MABIMS pada tanggal 29 Ramadhan 1446 Hijriah/29 Maret 2025 Masehi, posisi hilal di wilayah NKRI tidak ada yang memenuhi kriteria tinggi hilal minimum 3 derajat dan elongasi minimum 6,4 derajat," katanya.

Sehingga Cecep memprakirakan bahwa tanggal 1 Syawal 1446 Hijriah jatuh pada Senin, 31 Maret 2025 dengan merujuk kepada metode istikmal atau menyempurnakan/membulatkan bilangan bulan menjadi 30 hari jika rukyatul hilal (penglihatan hilal) tidak berhasil dilakukan, yang tentunya tetap menunggu pada hasil Sidang Isbat yang akan ditetapkan hari ini.

Ia juga memaparkan secara hisab atau perhitungan astronomi, ijtimak atau konjungsi yang bisa digunakan untuk memvalidasi rukyatul hilal terjadi pada 29 Maret 2025 jam 17.57.58 WIB.

Namun Cecep menjelaskan ijtimak kali ini bertepatan dengan momentum gerhana matahari parsial, sehingga kejadian ini tidak bisa dilihat secara sempurna.

"Sayangnya gerhana tidak bisa diamati di wilayah Indonesia, hanya di wilayah Afrika Barat Laut, Eropa, serta Rusia bagian Utara," ujarnya.

Cecep juga mengungkapkan terdapat potensi perbedaan perayaan Idul Fitri di belahan dunia lain seperti di wilayah Amerika Utara, Tengah, serta sebagian wilayah Amerika Selatan bagian Utara yang hilalnya memenuhi syarat jika mengacu pada kriteria MABIMS.

Namun demikian, sambungnya, tentunya berbagai wilayah tersebut mungkin memiliki kriteria yang berbeda dalam menentukan 1 Syawal 1446 Hijriah.

"Di seluruh wilayah NKRI tidak memenuhi kriteria Visibilitas Hilal atau Imkan Rukyat MABIMS. Oleh karenanya, hilal menjelang awal Syawal 1446 H pada hari rukyat ini secara teoritis diprediksi mustahil dapat dirukyat, karena posisinya berada di bawah ufuk pada saat matahari terbenam," tutur Cecep Nurwendaya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement