REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Meski digeber bom dan senjata canggih Paman Sam, Kelompok Ansharullah Houthi tidak ciut. Justru mereka semakin bersemangat untuk membalas serangan uwak Sam. Houthi kini mempelajari situasi dan tetap melarang armada kapal Amerika dan terafiliasi Israel membelah perairannya.
Pemimpin gerakan Ansar Allah, Abdul-Malik al-Houthi, mengatakan, "Musuh Amerika telah mengumumkan agresi baru terhadap Yaman. Ini adalah agresi yang brutal dan tidak adil yang ditujukan untuk mendukung musuh Israel."
Ia menambahkan dalam pidatonya pada Ahad malam, "Agresi Amerika telah gagal dan akan gagal. Agresi ini tidak akan mencapai tujuannya untuk melemahkan kemampuan militer negara kita, tetapi akan berkontribusi pada pengembangan lebih lanjut."
Abdul-Malik al-Houthi mengancam kapal perang dan kapal-kapal Amerika, dengan mengatakan, "Amerika, kapal perangnya, kapal induknya, dan kapal angkatan lautnya akan menjadi sasaran dan akan dikenakan larangan navigasi yang sebelumnya hanya berlaku untuk Israel." Ia mencatat bahwa, "Jika agresi terhadap negara kami berlanjut, kami akan mengambil langkah-langkah eskalasi lebih lanjut, dan rakyat kami akan mengambil tindakan yang komprehensif dan luas."
Ia juga menunjukkan bahwa "apa yang diinginkan Amerika adalah menundukkan seluruh wilayah itu kepada Israel, meskipun mereka turut serta dalam perjanjian gencatan senjata, yang mereka bantah."
Al-Houthi menegaskan bahwa apa yang terjadi di Yaman adalah harga yang harus dibayar atas sikap mendukungnya terhadap Gaza, seraya menekankan bahwa "kita tidak bisa berdiam diri sementara apa yang terjadi pada rakyat Palestina sedang terjadi. Rakyat kita akan terus mendukung mereka, dan kita tidak akan mengabaikan komitmen kita."
"Sikap kami tulus dan tidak dipengaruhi oleh pihak mana pun. Ini adalah bagian dari komitmen kami terhadap poros perlawanan dan negara kami," kata Abdul Malik.
Ia menambahkan, "Ketika musuh Amerika melancarkan agresinya terhadap negara kita, hal itu tidak akan memengaruhi posisi kita. Satu-satunya solusi adalah mencabut pengepungan di Gaza dan mengizinkan bantuan masuk ke negara tersebut."