REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komisioner Komnas Perempuan yang berasal dari Ma'had Aly Situbondo, KH Imam Nakha'i mengungkapkan empat kasus orang yang bisa dikenakan pidana hukum mati di dalam Islam. Hal ini disampaikan Kiai Nakha'i saat menjadi narasumber seminar bertema “Hukuman Mati dalam Perspektif Hukum Islam, Hukum Positif, dan Hukum Internasional” di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Jumat (28/2/2025).
"Dalam Islam itu, pidana yang dijatuhi hukuman mati itu ada empat sesungguhnya," ujar Kiai Nakha'i melalui zoom meeting.
Tiga pertama, menurut dia, masuk dalam wilayah hudud (hukuman yang ditetapkan Allah SWT untuk pelanggaran berat). Sedangkan yang satu lagi masuk dalam wilayah jinayah (perbuatan yang dilarang syariat).
"Yang masuk dalam wilayah hudud itu adalah muharabah (hirabah: seperti mencuri atau merampok)," ucap Kiai Nakha'i.
Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Alquran, di mana Allah berfirman:
اِنَّمَا جَزٰۤؤُا الَّذِيْنَ يُحَارِبُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَيَسْعَوْنَ فِى الْاَرْضِ فَسَادًا اَنْ يُّقَتَّلُوْٓا اَوْ يُصَلَّبُوْٓا اَوْ تُقَطَّعَ اَيْدِيْهِمْ وَاَرْجُلُهُمْ مِّنْ خِلَافٍ اَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْاَرْضِۗ ذٰلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِى الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِى الْاٰخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيْمٌ
Artinya: "Balasan bagi orang-orang yang memerangi Allah dan rasul-Nya serta membuat kerusakan di bumi hanyalah dibunuh, disalib, dipotong tangan dan kaki mereka secara silang, atau diasingkan dari tempat kediamannya. Yang demikian itu merupakan kehinaan bagi mereka di dunia dan di akhirat (kelak) mereka mendapat azab yang sangat berat," (QS Al-Ma'idah [5]:33)
"Nah, orang-orang yang melakukan tiga hal ini, memerangi Allah, memerangi Rasul-Nya, dan melakukan kerusakan di muka bumi, mereka bisa dibunuh dan bahkan disalib. Itu hukuman pertama di dalam wilayah hudud," jelas dia.
Yang kedua adalah orang yang melakukan zina muhson, yaitu zina yang dilakukan oleh orang yang sudah memiliki pasangan. "Itu dihukum mati juga karena dia dianggap merusak moral masyarakat," ucap dia.
Lalu yang ketiga adalah orang murtad yang memerangi umat Islam. Namun, jika hanya keluar dari agama saja dan tidak memerangi umat Islam, maka tidak bisa dihukum mati.
Tiga hal yang masuk wilayah hudud tersebut dalam pandangan Islam menjadi hak Allah atau hak masyarakat.
Sedangkan yang terakhir atau yang keempat disebut dengan qishas, yaitu seseorang yang membunuh orang lain dengan sengaja, baik terencana maupun tidak terencana. Maka, dalam Islam orang yang melakukan hal ini juga bisa dihukum mati.
Lalu ada pertanyaan menarik di dalam Islam, mengapa syirik ataupun durhaka yang masuk dosa paling besar di dalam Islam tidak ada hukumannya?
Menurut Kiai Nakha'i, hal itu karena orang yang berbuat syirik kepada Tuhan tidak merugikan orang lain, tapi hanya merugikan diri sendiri. Karena itu, tidak semua tindakan maksiat kepada Tuhan itu bisa dihukum.
"Jadi tindakan-tindakan yang dihukum adalah tindakan-tindakan yang merugikan. Nah merugikan ini ada dua, ada merugikan kepada satu orang dan merugikan kepada masyarakat," ujar dia.
Menurut dia, konsep tersebut penting untuk dijelaskan karena di dalam usul fikih hal itu disyariatkan berkaitan dengan kemaslahatan individu dan kemaslahatan masyarakat.
Istilah kemaslahatan individu ini disebut haqqul mukallaf. Sementara, untuk kemaslahatan masyarakat disebut haqqullah,
"Apa yang penting dari konsep ini? Yang penting dari konsep ini adalah, bahwa haqqul mukallaf, hak individu, itu hanya dia yang bisa menggugurkan hak individu, tidak boleh siapapun," ucap Kiai Nakha'i.
Misalnya, jika ada orang yang memiliki kasus utang piutang, maka polisi atau jaksa tidak bisa menggugurkan hutang tersebut. Karena, membayar hutang itu adalah hukum agama yang disyariatkan untuk kemaslahatan individu.
Lalu, ada juga hukuman dalam Islam yang disyariatkan untuk kemaslahatan orang banyak, misalnya kasus pencurian atau perzinaan.
"Nah, hukuman yang disyariatkan untuk kemaslahatan orang banyak, ini tidak boleh individu menggugurkan," kata dia.
Misalnya, dalam kasus zina muhson tidak bisa tiba-tiba yang perempuannya meminta agar yang laki-lakinya tidak usah dicambuk sampai mati.
"Tidak bisa itu, karena itu hukuman mati bagi pezina muhson, itu disyariatkan bukan untuk melindungi kepentingan dia, tapi kepentingan publik," jelas dia.
"Maka yang bisa menggugurkan hukum-hukum yang disyariatkan untuk kepentingan publik itu adalah publik itu sendiri melalui mekanisme DPR, melalui mekanisme undang-undang, dan seterusnya," ucap Kiai Nakha'i.