Senin 17 Feb 2025 19:37 WIB

Justru Ini Tujuan Utama Relokasi Warga Gaza Menurut Media Rusia, Bukan Sekadar Pengusiran

Amerika Serikat berniat membuat jalur maritim yang menguntungkan

Warga Palestina dengan berjalan kaki pulang kembali menuju rumah mereka di Jalur Gaza Utara, Senin (27/1/2025). Ribuan warga Palestina untuk pertama kalinya kembali ke rumah mereka di wilayah Gaza Utara yang sebelumnya ditutup oleh Israel.
Foto: AP Photo/Abdel Kareem Hana
Warga Palestina dengan berjalan kaki pulang kembali menuju rumah mereka di Jalur Gaza Utara, Senin (27/1/2025). Ribuan warga Palestina untuk pertama kalinya kembali ke rumah mereka di wilayah Gaza Utara yang sebelumnya ditutup oleh Israel.

REPUBLIKA.CO.ID, DOHA— Pernyataan Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengenai penggusuran penduduk Jalur Gaza harus dibaca dalam konteks konfrontasi geopolitik yang meningkat antara Amerika Serikat dan China, dan keinginan Amerika Serikat untuk mengontrol jalur laut strategis, kata situs web Rusia "Valdai Club" dalam sebuah laporan.

Joueiriya Kalthoum Atif, seorang spesialis dalam konten digital dan informasi politik di Institut Penelitian Politik Islamabad, mengatakan dalam laporannya bahwa rencana untuk menggusur warga Gaza dan mengubah jalur tersebut menjadi "Riviera Timur Tengah", yang telah ditolak oleh banyak pihak internasional sebagai pembersihan etnis dan pelanggaran hukum internasional, menimbulkan pertanyaan tentang kepentingan geopolitik yang mendalam dari Amerika Serikat.

Baca Juga

Menurut Joueiriya, banyak yang percaya bahwa hal ini terutama terkait dengan rantai pasokan, dominasi ekonomi, dan kontrol atas jalur air di Timur Tengah, terutama mengingat pengaruh Tiongkok yang semakin meningkat di wilayah tersebut.

Terusan Ben Gurion

Beberapa orang percaya bahwa proyek Middle East Riviera adalah bagian dari skema Amerika Serikat yang mungkin merupakan langkah awal menuju implementasi proyek Terusan Ben Gurion, yang telah dibicarakan oleh Israel dengan tujuan untuk mengalihkan perdagangan maritim, dan yang seharusnya melewati Jalur Gaza, menurut penulis.

Inisiatif yang dipresentasikan sebagai rencana kemanusiaan untuk memberi manfaat bagi penduduk Gaza, sebenarnya mungkin merupakan bagian dari perjuangan untuk menguasai rute perdagangan maritim, karena proyek rekonstruksi tersebut dapat menjadi dalih untuk memperluas kehadiran militer Amerika Serikat dan Israel di Gaza dengan dalih untuk menjamin keamanan, dan kemudian mengamankan Terusan Ben Gurion.

Rencana semacam itu akan membutuhkan pemindahan penduduk Gaza, menghilangkan semua hambatan politik dan logistik serta mengubah realitas demografis, kemudian membangun infrastruktur yang diperlukan untuk pembangunan terusan dan mengalihkan rute perdagangan maritim dari Terusan Suez.

Terusan Suez memainkan peran penting dalam rantai perdagangan global, dengan sekitar 12 persen arus barang antara Eropa, Asia, dan Amerika melewatinya, dan merupakan titik vital untuk ekspor minyak dari Teluk Persia ke Eropa dan Amerika Utara.

Menahan ekspansi Tiongkok

Pentingnya Terusan Suez bagi inisiatif "Sabuk dan Jalan" Tiongkok, karena 60 persen ekspor Tiongkok ke Eropa melaluinya. Beijing juga telah berinvestasi besar-besaran di Zona Bebas Suez, di mana lebih dari 140 perusahaan Tiongkok beroperasi, dengan total investasi sebesar 1,6 miliar dolar AS, di samping investasi di pelabuhan Ain Sokhna, Mesir.

Semua ini berarti, menurut penulis, bahwa kontrol AS atas terusan tersebut, atau melanjutkan proyek Terusan Ben Gurion, dapat menyebabkan penggandaan biaya transit bagi kapal-kapal Tiongkok, membuat mereka harus menjalani lebih banyak pemeriksaan keamanan, dan menunda akses ke tempat tujuan mereka selama periode ketegangan.

Dominasi Washington atas Terusan Suez kemungkinan besar akan menghambat proyek-proyek China di wilayah tersebut, termasuk perluasan pengaruh Beijing di Afrika, sebagai imbalan atas meningkatnya pengaruh Amerika Serikat dengan mendominasi arus perdagangan global.

China dapat menggunakan dua opsi untuk melawan ambisi Amerika Serikat yaitu mencapai kesepakatan dengan Israel, atau memperkuat kehadiran militernya di Laut Merah dan Mesir, seperti yang dilakukan Uni Soviet di masa lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement