Rabu 05 Feb 2025 18:05 WIB

Motif Tersembunyi Filantropis Yahudi-Amerika Dukung Gencatan Senjata di Gaza

Filantropis AS menemui keluarga tahanan asal Israel.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Pengungsi Palestina meninggalkan Khan Younis untuk kembali ke Rafah, menyusul gencatan senjata antara Hamas dan Israel, di Jalur Gaza, Ahad, 19 Januari 2025.
Foto: (AP Photo/Jehad Alshrafi)
Pengungsi Palestina meninggalkan Khan Younis untuk kembali ke Rafah, menyusul gencatan senjata antara Hamas dan Israel, di Jalur Gaza, Ahad, 19 Januari 2025.

REPUBLIKA.CO.ID,YERUSALEM -- Israel Broadcasting Corporation (KAN) melaporkan bahwa Miriam Adelson, seorang miliarder dan filantropis Yahudi-Amerika terkemuka, bertemu dengan keluarga-keluarga para tahanan Israel di Amerika Serikat pekan lalu, menurut situs web Al-Jazeera Arab.

Adelson, seorang dokter dan pengusaha Amerika-Israel, adalah janda dari almarhum Sheldon Adelson, mantan CEO Las Vegas Sands Corporation, dikutip dari Palestine Chronicle, Rabu (5/2/2025)

Baca Juga

Setelah suaminya meninggal, ia mengambil alih kepemimpinan perusahaan dan sekarang menduduki peringkat kelima sebagai wanita terkaya di Amerika Serikat (AS), dengan kekayaan bersih 29,7 miliar Dolar AS, menurut daftar Forbes 2024. Dia juga merupakan individu terkaya di Israel.

Dalam pertemuan tersebut, Adelson dilaporkan menekankan tekanan signifikan yang diberikan oleh mantan Presiden AS Donald Trump kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan para mediator untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata di Gaza. 

Ia menyatakan bahwa Trump dan utusan AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, bertekad untuk menyelesaikan kesepakatan tersebut, yang mencakup pembebasan semua tahanan. 

Adelson menyoroti pentingnya menerapkan tekanan, terutama pada pihak Israel, untuk memastikan keberhasilan kesepakatan tersebut.

Keluarga para tahanan Israel dilaporkan menyampaikan rasa terima kasih atas keterlibatan Adelson, dengan salah satu perwakilannya menyatakan, “Kami mendapat kesan bahwa tanpa Miriam Adelson, kesepakatan itu tidak akan terjadi.”

Adelson dan mendiang suaminya merupakan salah satu donatur dan pendukung Trump yang paling signifikan selama masa jabatan pertamanya. 

Kontribusi besar mereka dalam kampanye kepresidenan Trump tahun 2016 dan dukungan berkelanjutan untuk inisiatif Partai Republik telah mengukuhkan pengaruh mereka dalam politik AS. Pada tahun 2018, Miriam Adelson dianugerahi Presidential Medal of Freedom oleh Trump, sebagai pengakuan atas kontribusi dan advokasinya. 

Laporan dari tahun 2020 mengungkapkan bahwa keluarga Adelson telah menyumbangkan 172 juta Dolar AS untuk tujuan-tujuan Partai Republik.

Pada tahun 2024, Adelson dilaporkan menawarkan diri untuk menjadi donatur terbesar Trump dalam upayanya untuk kembali ke Gedung Putih, dengan syarat ia berkomitmen untuk mendukung pencaplokan Israel atas Tepi Barat jika terpilih kembali. 

Strategi Tersembunyi

“Pengungkapan ini menegaskan apa yang telah lama diperingatkan oleh para pendukung Palestina: Agenda Adelson berakar kuat pada pencaplokan Tepi Barat dan perluasan permukiman ilegal,” kata jurnalis Palestina dan editor Palestine Chronicle, Ramzy Baroud. 

“Ketika perang di Gaza hampir berakhir, fokus Israel tampaknya bergeser kembali ke ambisi kolonialnya di wilayah pendudukan-sebuah proyek yang telah diperjuangkan secara agresif oleh Adelson dan suaminya selama bertahun-tahun,” tambahnya.

Menurut Baroud, meskipun dukungan Adelson untuk gencatan senjata di Gaza mungkin terlihat sebagai langkah ke arah yang benar, namun hal ini sangat mengganggu masa depan Tepi Barat. Adelson, bersama dengan faksi-faksi ekstremis Israel dan kelompok-kelompok pemukim, sangat menyadari bahwa kesempatan mereka untuk mencaplok tanah Palestina secara paksa dan menggusur komunitas-komunitas asli terutama di Tepi Barat bagian utara semakin dekat.”

“Periode ini dipandang sebagai kesempatan penting untuk mempercepat pembersihan etnis Palestina dan mengukuhkan penjajahan ilegal Israel di Tepi Barat. Bagi warga Palestina, ini merupakan kelanjutan dari perjuangan selama beberapa dekade melawan pengusiran dan penindasan,” kata Baroud.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement