Senin 03 Feb 2025 14:09 WIB

Kairo dalam Bayang-Bayang Perang Salib

Momen ini menandakan runtuhnya kekuasaan Dinasti Fathimiyah atas Mesir.

Benteng Kota Kairo dibangun pada masa Shalahuddin al-Ayyubi
Foto: dok wiki
Benteng Kota Kairo dibangun pada masa Shalahuddin al-Ayyubi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keadaan Fustat dan Kairo tidak lagi sama sejak Perang Salib melanda. Rangkaian pertempuran itu tidak hanya menimbulkan kerugian materiel, tetapi juga krisis politik yang dahsyat bagi Fathimiyah.

Pada 1163 M, Pasukan Salib mulai memasuki wilayah dinasti tersebut. Waktu itu, pamor sultan Fathimiyah tidak lebih baik daripada wazirnya yang bernama Syawar bin Mujir as-Sa’adi. Sang perdana menteri lalu meminta bantuan negeri jiran terdekat, Wangsa Zankiyah yang berpusat di Damaskus.

Baca Juga

Syam ketika itu dipimpin oleh Nuruddin Mahmud, putra pendiri Zankiyah Imaduddin Zanki. Ia memiliki seorang panglima militer yang bernama Asaduddin Syirkuh. Saat Salibis membuat kekacauan di Mesir, Nuruddin menerima permintaan dari Syawar bin Mujir. Maka berangkatlah jenderal kebanggaannya itu ke Kairo.

Syirkuh pergi ke sana dengan didampingi keponakannya, Shalahuddin al-Ayyubi, yang saat itu masih berusia 26 tahun. Sesampainya di tujuan, Syawar justru cenderung memanfaatkan kedatangan mereka demi menyingkirkan lawan-lawan politiknya. Hal itu tidak disukai sang panglima perang Zankiyah. Di kemudian hari, perdana menteri Fathimiyah itu berkonflik dengan sekutu Muslimnya tersebut.

Untuk menghadapi Syirkuh, Syawar bekerja sama dengan Raja Amalric I dari Kerajaan Kristen Yerusalem. Pada 1164, pasukan Amalric merangsek masuk ke Mesir untuk bergabung dengan kelompok pendukung Syawar. Pada Agustus hingga Oktober tahun yang sama, mereka mengepung benteng Syirkuh di Bilbais.

Mengetahui kabar pengepungan itu, Nuruddin bergerak memimpin pasukannya dari Damaskus. Ke arah selatan, penguasa Zankiyah itu menyerang sejumlah kerajaan Kristen di bumi Palestina, termasuk Antiokia. Bahkan, Pangeran Antiokia Bohemond III dapat ditawannya. Amalric langsung meninggalkan Bilbais untuk membantu Antiokia dalam membendung kekuatan militer Nuruddin.

Hingga akhir tahun 1164, kekacauan mulai mereda secara de facto di Mesir. Dua tahun kemudian, Syirkuh melakukan serangan balik. Untuk menghadapinya, Syawar lagi-lagi bersekutu dengan Amalric. Pada Januari 1167, perang antara kedua belah pihak itu merembet hingga ke perbatasan Kairo. Dalam palagan ini, kubu Yerusalem dapat dihalau mundur.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement