Selasa 07 Jan 2025 16:23 WIB

Mimpi Bertemu Rasulullah, Titik Balik Kehidupan Imam al-Asy'ari

Sebelum keluar dari paham Mu'tazilah, Abu Hasan al-Asy'ari mimpi berjumpa Nabi SAW.

ILUSTRASI Mimpi berjumpa Nabi SAW.
Foto: Republika.co.id
ILUSTRASI Mimpi berjumpa Nabi SAW.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam sejarah Islam, ada banyak sosok yang berkontribusi besar dalam khazanah keilmuan agama. Di ranah teologi, ketokohan Abu Hasan Al Asyari telah diakui luas, bahkan hingga saat ini.

Pemikiran dan keteladanannya memberikan penga ruh yang signifikan untuk kaum Muslimin, terutama ahlus sunnah wal jama'ah (aswaja). Bagi pengikut teologi aswaja, ulama kelahiran Basrah (Irak) tersebut dijuluki sebagai penyelamat umat dari pelbagai paham yang menyimpang, semisal Mutazilah atau Rafidhah.

Baca Juga

Hingga berusia dewasa, Abu Hasan Al Asyari terus mengkaji ajaran-ajaran Mutazilah. Sampai suatu hari, tatkala usianya genap 40 tahun, dirinya mulai terpikir akan titik lemah aliran ini.

Ia pun bertanya kepada Al Jubbai mengenai keyakinan kaum Mutazilah tentang keadilan Tuhan yang dapat dimengerti dalam batas-batas manusia. Dialog antara bapak dan anak tiri, atau guru dan murid ini dikutip Majid Fakhry dalam A History of Islamic Philosophy (1986).

“Bagaimana nasib tiga bersaudara ini di akhirat? Si sulung meninggal dalam keadaan baik atau husnul khatimah. Si tengah mati dalam kondisi berdosa. Adapun si bungsu wafat sebelum mencapai akil baligh atau usia dewasa,” tanya Al Asyari.

“Si sulung masuk ke dalam surga. Yang berdosa masuk ke dalam neraka. Adapun yang ketiga berada dalam posisi pertengahan,” jawab Al Jubbai.

“Bagaimana jika si bungsu menuntut kepada Allah agar diizinkan bergabung dengan saudara tertuanya yang lebih beruntung (masuk surga)?” tanya sang murid lagi.

Tuntutan itu ditolak karena si sulung diizinkan ke surga berkat amal-amalnya yang saleh selama di dunia. Bagaimana kalau bungsu itu mengajukan protes,

'Jikalau saja aku diberikan umur panjang, tentu akan hidup dengan banyak berbuat ke baikan'? Lalu, Tuhan mengatakan, 'Aku dapat me ramalkan bahwa kamu tidak akan berbuat seperti itu dan, karena itu, aku lebih suka menghindarkan engkau dari siksaan yang kekal dalam neraka.'

Lantas, saudara yang mati dalam keadaan jelak (husnul khatimah) berseru, 'Wahai Tuhan, tentu Engkau telah meramalkan keadaanku, tetapi mengapa Engkau tidak memperlakukanku sebaik yang telah Engkau lakukan terhadap saudaraku?'

(Dalam riwayat lain, disebutkan bahwa penduduk neraka juga menyahut percakapan ini, 'Wahai Tuhan, mengapa Engkau tidak mematikan kami saja sebelum kami menjadi orang-orang yang durhaka kepada-Mu?'),” tutur Al Asyari.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement