Kamis 28 Nov 2024 17:21 WIB

Parlemen dalam Sejarah Islam

Ahlul halli wal ‘aqdi bertugas memilih setelah masa pencarian calon khalifah.

Parlemen (Ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Parlemen (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Dunia parlemen bukan hanya milik era pemerintahan modern. Pada masa-masa awal sejarah islam, cikal-bakalnya telah diperkenalkan oleh para khalifah.

Ath-Thabari, Ibnu Jauzi, dan Ibnu Katsir menyebut Abu Bakar as-Shiddiq sebagai salah satu peletak dasar sistem perwakilan. Saat merasakan sakitnya semakin berat, Abu Bakar menanyai sejumlah sahabat Nabi mengenai kandidat yang layak menggantikannya. Hingga kemudian, muncul dua kandidat dan satu nama final, Umar bin Khattab.

Baca Juga

Sejarah Islam menyebutkan, pemilihan Umar bin Khattab menjadi khalifah pengganti Abu Bakar adalah hasil syura para ahlul halli wal ‘aqdi. Istilah tersebut merujuk pada pihak-pihak yang bertindak sebagai penasihat dan konsultan dalam beragam urusan menyangkut kepentingan rakyat banyak, yang dalam kasus tersebut adalah para sahabat.

Istilah ahlul halli wal ‘aqdi sendiri baru muncul pada masa dinasti Islam yang berkembang setelah kekhalifahan para khulafaaur rasyidin. Para ahli fikihlah yang memperkenalkannya. Pada masa itu, mulai ada perumusan perencanaan mengenai siapa yang akan menjadi sultan, siapa yang akan mendampingi sultan, dan posisi-posisi lainnya.

Imam an-Nawawi menjelaskan, ahlul halli wal ‘aqdi adalah para ulama, pemimpin, dan pemuka rakyat yang mudah dikumpulkan. Ia secara definitif menyebutkan kata ‘ulama’ yang dipahami sebagai para pemimpin umat, atau individu-individu umat yang paling menonjol, ataupun orang yang mewakili kepentingan umat.

Ahlul halli wal ‘aqdi bertugas memilih setelah masa pencarian calon khalifah dan melakukan ijab kontrak. Mereka bertanggung jawab atas terlaksana dan tercapainya pemilihan khalifah. Namun, dalam melaksanakan tanggung jawab tersebut, mereka bertindak sebagai wakil umat secara keseluruhan.

Secara sederhana, menurut Prof Dr Azyumardi Azra, ahlul halli wal ‘aqdi adalah orang-orang yang memiliki otoritas untuk mengambil keputusan dan kesepakatan dalam lingkungan pemerintahan. Semacam representasi rakyat. “Kalau dalam konteks Indonesia sekarang ya, DPR,” katanya.

Zaman dulu, para ahlul halli wal ‘aqdi adalah orang-orang terpilih. Mereka dipilih berdasarkan kepribadiannya yang tidak tergoda kekuasaan, berilmu, serta mempunyai integritas. Dengan memiliki integritas, mereka tidak bisa ditarik pada kekuasaan, kekayaan, ataupun kepentingan lainnya. Singkatnya, mereka adalah representasi dari suara moral dan akhlakul karimah. 

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement