REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada suatu hari, Nabi Muhammad SAW sedang bertawaf di sekitar Ka'bah. Tiba-tiba, beliau mendapati seorang Arab badui yang sedang berzikir dengan penuh kekhusyukan di dekat pojok Ka'bah.
Lelaki badui itu tetap khusyuk berzikir. Dari lisannya, terucap kalimat, "Ya Kariim, ya Kariim ...."
Tidak diindahkannya orang-orang di sekitarnya saling bersenggolan, dan bahkan menabraknya karena mereka ingin bertawaf.
Rasulullah SAW terkesan dengan orang yang fokus dengan zikirnya itu. Maka, beliau menirunya dengan ikut mengucapkan "Ya Kariim, ya Kariim ...."
Mendengarkan ucapannya ditiru, orang yang sedang asyik berzikir itu berhenti sejenak. Dicarinya sumber suara, yakni seorang yang tampan dan gagah sedang berdiri di salah satu sudut Ka'bah, tak jauh darinya.
Ketika itu, si Arab badui ini masih mengabaikannya. Zikir pun dilanjutkannya lagi dengan khusyuk.
Rasulullah SAW menyadari bahwa orang yang sedang diikuti zikirnya itu sedikit terusik. Namun, beliau tetap melanjutkan zikir bersama orang badui itu.
Lama kelamaan, si badui merasa tidak nyaman. Akhirnya, ia menoleh ke arah sudut Ka'bah dan beranjak mendekat.
Namun, melihat sosok yang hendak ia tegur, penampilannya sangat berbeda dengan kebanyakan orang awam. Ia pun mengurungkan niatnya untuk menggerutu. Tensi kemarahannya seketika mereda.
"Wahai orang tampan! Apakah engkau memang sengaja memperolok-olokkanku karena aku ini adalah orang Arab Baduwi? Kalaulah bukan karena ketampananmu dan kegagahanmu, pasti engkau akan aku laporkan kepada kekasihku, Muhammad Rasulullah!" ujarnya.
Mendengar kata-kata orang badui itu, Rasulullah SAW tersenyum, lalu bertanya. "Tidakkah engkau mengenali Nabimu, wahai orang Arab?"
"Belum," jawab orang itu.
"Jadi bagaimana kau beriman kepadanya?" tanya Rasulullah lagi.
"Saya percaya dengan mantap atas kenabiannya sekalipun saya belum pernah melihatnya. Dan saya juga membenarkan pengutusannya sekalipun belum pernah bertemu dengannya," kata orang Arab badui itu lagi.