REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Masyayikh menegaskan komitmennya dalam membangun generasi santri yang berdaya saing sesuai amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.
"Dengan hadirnya UU ini harus menjadi semangat dunia pesantren untuk lebih aktif dan hebat lagi mengelola pesantren karena UU ini sama sekali tidak intervensi kekhasan pesantren, melainkan UU ini adalah bagaimana kesetaraan pesantren sebagai pendidikan nasional," ujar Sekretaris Majelis Masyayikh Muhyiddin Khotib dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Pernyataan tersebut disampaikan Muhyiddin Khotib saat sosialisasi di Pondok Pesantren Al-Basyariyah, Bandung, Jawa Barat, Kamis.
Sosialisasi tersebut merupakan momentum penting bagi pesantren untuk semakin memantapkan posisinya sebagai lembaga pendidikan unggulan di Indonesia. Selain itu, sebagai wujud nyata komitmen pemerintah dalam mengafirmasi hak-hak pesantren.
Acara tersebut menjadi ruang bagi Majelis Masyayikh untuk menyampaikan tiga prinsip utama yang menjadi landasan UU Pesantren, yaitu rekognisi (pengakuan), afirmasi (penguatan), dan fasilitasi (dukungan).
Muhyiddin Khotib menegaskan UU Pesantren merupakan bukti bahwa negara telah secara resmi merekognisi dan mengakui pesantren serta memperjelas landasan hukum bagi pesantren.
"Negara hadir menjamin bahwa ijazah atau syahadah dari pesantren setara dan tidak boleh ada lagi pendidikan yang ada di Indonesia menolak karena disebut dari pesantren," kata Muhyiddin.
Selain menyoroti pentingnya pengakuan ijazah pesantren, acara ini juga membahas isu strategis seperti pendanaan pendidikan pesantren.
Anggota Majelis Masyayikh Abdul Aziz Affandy mengatakan Dana Abadi Pesantren yang merupakan bagian dari Dana Abadi Pendidikan, kembali diangkat sebagai solusi potensial untuk mendukung pendidikan santri, baik di dalam negeri maupun untuk mereka yang ingin melanjutkan studi di luar negeri.
"Majelis Masyayikh punya kewajiban bersama kementerian untuk mengawal penggunaan dana abadi pesantren. Misal ada guru/ustadz mau melanjutkan studi ke mesir misalnya, negara wajib hadir untuk membiayai itu," ujar dia.
Ia juga menekankan bahwa kesejahteraan guru pesantren perlu diperhatikan dikarenakan banyaknya kasus upah guru pesantren tidak dibayarkan karena kurangnya pendanaan.
Maka dari itu, dukungan pembiayaan pesantren dapat dikonsultasikan kepada gubernur setempat terkait anggaran pendanaan daerah agar perhatian pemerintah daerah semakin nyata.
Dalam kesempatan ini, Majelis Masyayikh juga menekankan pentingnya menjaga kekhasan pesantren sebagai pusat pendidikan berbasis moderasi.
Majelis Masyayikh mengingatkan bahwa pesantren harus terus menjadi garda terdepan dalam mencetak generasi yang tidak hanya berakhlak mulia, tetapi juga kompetitif dalam menghadapi tantangan global.
"Dengan hadirnya UU ini harus menjadi semangat dunia pesantren untuk lebih aktif dan hebat lagi mengelola pesantren karena UU ini sama sekali tidak intervensi kekhasan pesantren, melainkan UU ini adalah bagaimana kesetaraan pesantren sebagai pendidikan nasional," kata Aziz.