REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejak Agustus 1952, Malcolm Little menjalani pembebasan bersyarat. Barulah kira-kira setahun kemudian, dirinya bebas sepenuhnya dari status tahanan.
Tak menunggu lama, ia pun bergabung dengan Nation of Islam (NOI). Dimulailah reputasinya sebagai seorang aktivis kulit hitam di Amerika Serikat (AS).
Mulai tahun itu pula, lelaki ini resmi menganut agama Islam. Nama belakangnya pun diubah menjadi X, suatu lambang nama leluhur Afrika yang tak akan pernah diketahuinya.
X juga menyimbolkan ganda, yakni sebuah pencarian tak berujung. Ini pun menjadi perlambang kebebasan dari ketertindasan.
Kecenderungan untuk mengganti nama sebagai cara perlawanan juga ditunjukkan tokoh kulit hitam AS lainnya. Sebut saja, Cassius Clay yang sejak memeluk Islam memilih nama baru: Muhammad Ali.
Malcolm bersahabat dengan Ali. Namun, sang petinju legendaris akhirnya merenggangkan hubungan sesudah mengetahui bahwa Malcolm berpisah haluan dengan Elijah Muhammad--sebuah keputusan yang belakangan disesali sendiri oleh Ali. Persahabatan dijalinnya pula dengan tokoh-tokoh kulit hitam lain, semisal Martin Luther King Jr, Jim Brown, dan Sam Cooke.
NOI Pusat menunjuknya sebagai kepala cabang di Harlem, Kota New York. Mulai era 1960-an, reputasi Malcolm sudah terkenal sebagai pembela hak-hak kulit hitam di tingkat nasional. Berbagai kesempatan digunakannya untuk menyuarakan perlawanan terhadap rasialisme dan superioritas kulit putih.
Perjuangan digencarkannya pula melalui tulisan-tulisan, terutama di media massa. Pada Januari 1958, Malcolm menikah dengan sesama aktivis NOI, Betty Sanders. Dari pernikahan ini, dirinya dikaruniai enam anak perempuan dua di antaranya kembar.