REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perceraian adalah jalan akhir yang dapat ditempuh jika suami-istri tak lagi meyakini bahwa hubungan mereka dapat bertahan. Karena itu, penting sekali bagi mereka--terutama pihak suami--agar mempertimbangkan dengan hati-hati keputusan berpisah.
Dahulu pada zaman Nabi Muhammad SAW, ada seorang sahabat dari kalangan perempuan. Namanya adalah Habibah binti Sahal. Ia mengajukan perceraian. Sebab, sang shahabiyah takut tidak bisa melanjutkan kehidupan rumah tangga bersama degan Tsabit bin Qais--suaminya saat itu.
Pada suatu ketika, Nabi Muhammad SAW hendak pergi ke masjid untuk mengimami shalat subuh. Kemudian, Rasulullah SAW berpapasan dengan seseorang di depan rumah beliau.
Keadaan saat itu masih gelap sehingga Nabi SAW tak mengenali siapa di hadapannya itu. "Aku adalah Habibah binti Sahl, wahai Rasulullah," kata sahabat tersebut.
"Ada apa denganmu?" tanya Nabi SAW lagi.
"Aku dan Tsabit bin Qais tidak mungkin bersatu," jawab Habibah.
Pada pagi hari, Tsabit bin Qais datang menemui Rasulullah SAW. Nabi SAW lalu berkata kepadanya, "Habibah binti Sahl telah menceritakan apa-apa yang diinginkan oleh Allah untuk diceritakannya."
Kemudian, beliau menyuruhnya memanggil Habibah. Ketika pasangan ini berada di hadapan, Rasulullah SAW mengadili perkara mereka.
Habibah berkata, "Wahai Rasulullah, semua yang diberikannya (Tsabit) kepadaku masih ada padaku."
Rasulullah SAW berkata kepada Tsabit, "Ambillah semua itu darinya."
Ia pun mengambil semua itu dari istrinya. Lantas, Habibah kembali ke rumah keluarganya.
Demikian riwayat yang dikutip dalam Muwaththa' karya Imam Malik. Adapun riwayat dari ummul mukminin 'Aisyah menuturkan penyebab Habibah binti Sahl mengajukan cerai.
Sang shahabiyah mengaku, Tsabit bin Qais pernah memukulnya hingga tubuhnya memar. Maka keesokan paginya, Habibah melaporkan tindakan kekerasan itu kepada Rasulullah SAW. Nabi SAW lalu memanggil Tsabit. ”Ambillah sebagian hartanya (maharnya) dan ceraikanlah ia!” demikian sabda beliau.
Dari kisah tersebut Rasulullah mengabulkan permintaan Habibah binti Sahl untuk bercerai, sebab adanya tindak kekerasan yang dilakukan Tsabit bin Qais. Kasus perceraian ini menjadi kasus pertama dalam sejarah Islam. Akhirnya perceraian disetujui Rasulullah dengan khulu’ (gugatan cerai) dan Habibah pun mengembalikan mahar dari suaminya.