REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Catatan perjalanan Ibnu Battuta terekam dengan apik dalam karyanya. Dalam bahasa Arab, buku itu berjudul Tuhfah an-Nazhar fi Gharaib al-Amshar wa 'Ajaib al-Asfar. Dunia mengenalnya sebagai ar-Rihlah.
Menurut Ross E Dunn dalam buku The Adventures of Ibn Battuta A Muslim Traveler of the 14th Century (2012), setelah Ibnu Battuta kembali ke Fez pada 1354, Sultan Abu 'Inan tertarik dengan perjalanannya.
Setelah bertemu, Sultan Abu 'Inan memintanya untuk tinggal di Fez untuk mempersiapkan penulisan tentang perjalanannya. Karena Ibnu Battuta bukan seorang sastrawan, Sultan Abu 'Inan menunjuk Ibnu Juzayy, seorang penulis muda yang pernah ditemui Ibnu Battuta ketika di Granada tiga tahun sebelumnya. Tulisan yang akan memuat rekaman perjalanan Ibnu Battuta akan mengambil bentuk standar sastra rihlah.
Ibnu Juzayy telah selesai dengan Yusuf I dari Granada lantas bekerja di Fez tidak lama sebelum Ibnu Battuta kembali dari Mali. Ibnu Juzayy terkenal sebagai penyair dan prosais. Ia segera menjalin persahabatan dengan Ibnu Battuta.
Pada Desember 1355, redaksi narasi selesai dengan judul Hadiah untuk Para Pengelana tentang Ciri Khas Kota-Kota dan Keajaiban yang Ditemui dalam Perjalanan.
Ibnu Juzayy mengakui, apa yang ditulisnya hanyalah ikhtisar dari apa yang telah disampaikan atau ditulis sendiri oleh Ibnu Battuta dari catatan-catatan perjalanannya.