Sabtu 19 Oct 2024 15:28 WIB

Peran Imam Syafii Merintis Ilmu Ushul Fiqh

Melalui karyanya, Ar-Risalah, Imam Syafii merintis ilmu ushul fiqh.

Ilustrasi ulama. Imam Syafii
Foto: republika
Ilustrasi ulama. Imam Syafii

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak kalangan mengakui peran dan jasa besar Imam Syafii dalam memunculkan disiplin ilmu usul fikih. Ia dipandang sebagai yang pertama kali menyusun kaidah-kaidah usul fikih dengan pembahasan sistematis. Uraiannya itu termaktub dalam kitab monumental karyanya, Kitab ar-Risalah fii Ushul al-Fiqh.

Memang, ada nama lain dari generasi sebelumnya, semisal Imam Abu Yusuf. Tokoh yang wafat ketika Imam Syafii berusia 30 tahun itu juga menyusun buku kaidah pengambilan hukum fikih. Sayang sekali, buah tangannya itu tidak sampai pada generasi-generasi sesudahnya—berbeda dengan Ar-Risalah yang bahkan masih dapat dijumpai kini.

Baca Juga

Konon, Imam Syafii mulai menulis kitab tersebut setelah diminta seorang ahli hadis asal Basrah, Abdurrahman bin Mahdi. Kala itu, sang fakih sedang berada di Makkah. Ibnu Mahdi sangat mengagumi Ar-Risalah sampai-sampai berkata, “Dalam setiap doaku, selalu (mengharapkan) kebaikan bagi asy-Syafii. Sungguh, ia adalah seorang pemuda yang brilian.”

Sementara itu, Fakhr ar-Razi dalam Manaqib Imam asy-Syafii berpendapat, Ar-Risalah mulai ditulis saat ulama tersebut berada di Baghdad. Penulisannya berlanjut ketika Imam Syafii hijrah ke Mesir.

Menurut ar-Razi, kitab tersebut merupakan tonggak kegeniusan sang imam. Sebelum hadirnya Ar-Risalah, para pakar fikih pada masa itu belum memiliki tatanan yang baku ketika mereka berdebat atau diskusi. Barulah sesudah terbitnya mahakarya Imam Syafii itu, pedoman yang komprehensif dan diterima umum mulai mengemuka untuk mendalami dalil-dalil syariat.

Ada beragam kontribusi dari karya sang fakih untuk merintis usul fikih. Di antaranya ialah menerangkan batasan-batasan yang jelas dalam menjadikan akal sebagai patokan hukum. Dalam kitabnya itu, Imam Syafii menyajikan syarat yang perinci dalam menggunakan kias. Ia juga memaparkan perihal perintah (amr), larangan (nahi), serta pembatalan (nasakh-mansukh) sebagai kaidah yang harus dipahami untuk mengambil hukum dari dalil-dalil. Di samping itu, dirinya juga menjelaskan urutan-urutan dalam mengambil dalil hukum, yakni Alquran, hadis, ijmak, dan kias.

Cendekiawan besar itu wafat pada 204 Hijriyah. Sepeninggalannya, pembicaraan mengenai usul fikih kian menarik minat banyak orang. Ar-Risalah pun ditanggapi secara mendalam (syarh) oleh sejumlah ulama. Sebut saja, Abu Bakar Muhammad bin Abdullah ash-Shairafi, Abu Walid Hassan bin Muhammad al-Umawi, Abu Bakr al-Qaffal asy-Syasyi, Ibnu Abdullah asy-Syaibani, serta Abu Muhammad al-Juwaini.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement