Dalam sholat berjamaah, posisi barisan wanita diatur dengan tujuan menjaga kesopanan dan ketertiban. Wanita boleh bermakmum pada imam laki-laki, dengan posisinya di belakang barisan laki-laki. Menurut Mazhab Al-Hanafiyah, Asy-Syafi'iyah, dan Al-Hanabilah, jika semua makmum adalah wanita, mereka harus berada di belakang imam.
Jika jamaah terdiri dari laki-laki dan wanita, makmum laki-laki berdiri di belakang imam, sementara wanita berada di belakang mereka. Dalam kasus makmum yang terdiri dari laki-laki, wanita, dan khuntsa (banci), urutan barisan dimulai dari laki-laki dewasa, diikuti anak laki-laki, banci, lalu wanita dewasa dan anak-anak perempuan. Pengaturan ini berdasarkan ajaran Nabi SAW dan bertujuan untuk menjaga kesucian dan kehormatan dalam ibadah shalat berjamaah.
Hal ini juga bertujuan agar masing-masing makmum laki-laki dan wanita mendapatkan keutamaan pahala yang lebih besar di sisi Allah SWT. Nabi SAW bersabda:
خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا
"Sebaik-baik shaf bagi kaum laki-laki adalah yang paling depan, dan yang paling buruk bagi mereka adalah shaf yang paling akhir. Sedangkan sebaik- baik shaf bagi kaum wanita adalah yang paling akhir, dan yang paling buruk adalah shaf yang paling depan." (HR. Muslim)
Dalam shalat berjamaah, wanita dapat bertindak sebagai imam bagi jamaah wanita, dengan aturan yang berbeda tergantung pada jumlah makmum. Jika hanya ada satu makmum, maka makmum tersebut berdiri di samping kanan imam, mirip dengan tata cara shalat berjamaah dua orang laki-laki. Namun, jika imam wanita memimpin lebih dari satu makmum wanita, ia berdiri di tengah-tengah barisan paling depan, sesuai dengan hadis yang diriwayatkan dari Aisyah RA dan Ummu Salamah RA.
Menurut Ibnu Qudamah dari Mazhab Al-Hanabilah, posisi di tengah shaf memberikan tempat yang tertutup bagi imam wanita, meskipun shalatnya tetap sah jika ia berdiri di depan seperti imam laki-laki.