Sabtu 28 Sep 2024 13:43 WIB

Ketika Pasukan Salib Serbu Gereja Hagia Sophia

Hagia Sophia di Konstantinopel (kini Istanbul) dijarah oleh Tentara Salib.

ILUSTRASI Hagia Sophia di Istanbul, Turki.
Foto: EPA-EFE/ERDEM SAHIN
ILUSTRASI Hagia Sophia di Istanbul, Turki.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perang Salib IV terjadi antara tahun 1202–1204 M. Pergerakan pasukan yang diinisiasi Paus Inosensius III itu memang digadang-gadang bermaksud merebut Baitul Makdis (Yerusalem) dari tangan daulah Islam. Namun, dalam perjalanan dari Eropa Barat ke sana, kaum Salibis ini juga mengepung Konstantinopel (kini bernama Istanbul).

Padahal, kota itu merupakan ibu kota Kekaisaran Bizantium, yang notabene beragama Kristen. Rupanya, kaum Salibis tersebut menganggap Konstantinopel sebagai rival Roma. Ini pun mempertegas perpecahan antara Romawi Barat dan Romawi Timur (Bizantium).

Baca Juga

Gereja utama Bizantium, Hagia Sophia, turut menjadi sasaran Pasukan Salib. Nyaris seluruh benda berharga di dalamnya habis dijarah.

Menurut sejarawan Yunani, Niketas Choniates, pada 1203 semua ornamen emas di Hagia Sophia dikelupas. Semua lampu-lampu peraknya dilepas.

Emas dan perak itu lantas digunakan oleh kaisar Bizantium, Isaac II Angelos dan anaknya, Alexios IV Angelos, untuk melunasi utang mereka pada Pasukan Salib. Utang itu muncul sesudah keduanya dibantu oleh Salibis dalam menumbangkan Alexios III Angelos.

Bagaimanapun, Tentara Salib tidak terima dengan pembayaran ini, yang dinilai terlalu sedikit. Karena itu, mereka menyerang Konstantinopel dan menjarah seisi kota pada 1204.

Alexios IV Angelos pun hanya setahun menjadi kaisar Bizantium. Takhta terpaksa dilepaskannya akibat serangan Salibis ini.

Aksi Penjarahan Konstantinopel 1204 semakin memperburuk hubungan antara Katolik Latin dan Kristen Ortodoks. Keretakan antarkeduanya memang sudah terjadinya ratusan tahun sebelumnya, yakni sejak Skisma 1054.

Turki dan Hagia Sophia

Pada 2020 lalu, video yang menampilkan seorang pendeta Kristen Ortodoks asal Yunani, Evangelos Papanikolaou, sempat viral. Sebab, tokoh dari Gereja Analipseos di Rafina, dekat Athena, itu memuji Turki atas keputusan mengubah status Hagia Sophia alias Aya Sofya dari museum menjadi masjid.

"Ada yang bilang, 'alih-alih melihat mitra Latin, lebih baik saya melihat turban-nya orang-orang Turki'. Saya sendiri tidak ingin melihat keduanya. Namun, jika terpaksa harus memilih, saya lebih memilih Turki daripada orang Latin," ucap Evangelos Papanikolaou dalam potongan video berdurasi dua menit, dilansir Anadolu.

Sekadar infomasi, baik turban maupun mitra adalah penutup kepala. Bedanya, turban merupakan khas Turki, sedangkan mitra biasanya dipakai para pemimpin gereja, semisal paus.

Dengan ungkapan itu, Evangelos bermaksud membandingkan. Baginya, orang-orang Turki Utsmaniyah lebih mampu merawat Hagia Sophia daripada pasukan Salib yang justru datang untuk menjarahnya pada awal abad ke-13 lalu.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement