Senin 23 Sep 2024 01:00 WIB

Sholat Tahajud Berjamaah, Benarkah Hukumnya Makruh?

Pendapat para ulama berbeda menyikapi sholat tahajud berjamaah.

Rep: Nashih Nasrullah/ Red: A.Syalaby Ichsan
Umat muslim menunaikan Shalat Qiyamul Lail saat beritikaf pada sepuluh malam terakhir Ramadhan 1444 H di Masjid Habiburrahman, Jalan Kapten Tata Natanegara, Cicendo, Kota Bandung, Rabu (12/4/2023) dini hari. Pada sepuluh hari menjelang berakhirnya Bulan Suci Ramadhan, umat muslim melakukan Itikaf untuk meraih malam kemuliaan (Lailatul Qadar) dengan membaca Alquran, Shalat Tahajud dan berzikir.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Umat muslim menunaikan Shalat Qiyamul Lail saat beritikaf pada sepuluh malam terakhir Ramadhan 1444 H di Masjid Habiburrahman, Jalan Kapten Tata Natanegara, Cicendo, Kota Bandung, Rabu (12/4/2023) dini hari. Pada sepuluh hari menjelang berakhirnya Bulan Suci Ramadhan, umat muslim melakukan Itikaf untuk meraih malam kemuliaan (Lailatul Qadar) dengan membaca Alquran, Shalat Tahajud dan berzikir.

REPUBLIKA.CO.ID, Fenomena sholat Tahajud berjamaah muncul di masjid-masjid di Indonesia, biasanya dilakukan pada momentum muhasabah atau pada bulan suci Ramadhan di masjid atau lokasi tertentu. Waktunya adalah sepertiga malam terakhir. Apakah sholat Tahajud seperti ini boleh dilakukan?

Dhaya’ al-Mashabih, karya Abu Abdurrahman bin Isa al-batini, mencoba mengupas persoalan ini secara mendetail. Buku ini memaparkan perihal inti permasalahan berikut dinamika perbedaan pendapat di dalamnya. Argumentasi kelompok masing-masing juga diutarakan.

Baca Juga

Dalam kajian fikih klasik, ujar Syekh al-Batini, shalat Tahajud berjamaah dalam konteks fenomena yang berkembang belakangan ini disebut dengan ta’qib. Mengutip pernyataan Ibnu Qudamah di magnum opusnya, al-Mughni, pengertian ta’qib adalah mengerjakan sholat sunah berjamaah apa pun di luar sholat Tarawih.

Muhammad bin Nashr al-Maruzi menyatakan definisi ta’qib, yakni kembalinya para jamaah menuju masjid untuk menunaikan shalat sunah berjamaah. Apa pun itu, pada intinya ta’qib merupakan pelaksanaan shalat di luar Tarawih secara berjamaah.

Syekh al-Batini menyebut, topik ini hangat diperbincangkan di antara pemuka dua mazhab, yakni Hanbali dan Hanafi. Ia bahkan menegaskan, tema itu hanya dikupas di kedua mazhab tersebut.

Menurut Mazhab Hanafi, hukum ta’qib, seperti shalat Tahajud berjamaah adalah makruh. Ini seperti dinukilkan dari Ibnu Muflih. Ia menyatakan, shalat sunah itu hanya dilakukan berjamaah sekali. Bila hendak melakukannya lagi, cukup tunaikan sendirian.

Penegasan ini juga disampaikan oleh Ibnu Najim dalam al-Bahr ar-Raiq Syarh Kanz Daqaiq dan al-Kasani di kitab Bada’i as-Shana'i fi Tartib as-Syara’i’.

Hukum taq’ib berdasarkan pandangan Mazhab Hanbali, ada dua riwayat yang berbeda. Riwayat pertama dari Imam Ahmad menyebutkan hukum sholat seperti tersebut makruh. Ini seperti pendapat yang dianut oleh kubu yang pertama. Sedangkan, riwayat lain dari Imam Ahmad memberi sinyal bahwa hukum shalat Tahajud berjamaah boleh dilakukan.

Imam Ahmad, sebagaimana dikisahkan oleh Ibnu Qudamah, pernah mengatakan bahwa hukum shalat Tahajud berjamaah atau sunah lainnya secara berjamaah ialah boleh. Pendapat Imam Ahmad itu merujuk pada pernyataan Imam Malik yang mengatakan, segala perkara yang kembali kepada kebaikan maka tunaikanlah, tetapi jika mengarah pada keburukan, segera tinggalkan.

 

Pendapat mazhab lainnya..

 

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement