REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menurut perhitungan modern, seperti dicatat Sigurd Humerfelt dalam “How WGS 84 Defines Earth” (2010), keliling bumi di area khatulistiwa adalah 40.075,017 km. Dengan memanfaatkan kalkulasi trigonometri, seorang saintis Muslim dari abad ke-11, al-Biruni, menemukan bahwa keliling bumi adalah 40.225 km.
Angka itu bila dibandingkan dengan hasil temuan kini hanya menyimpang sekira 0,38 persen. Dengan perkataan lain, akurasi sang polymath Muslim sangat besar, yakni mencapai 99,62 persen.
Al-Biruni menemukan pula radius bumi, yakni 6.339,6 km. Hingga abad ke-16 M, akademisi Eropa Barat belum mampu mengukur jarak demikian, seperti yang dilakukan Muslim genius tersebut.
Maka, bagaimana metode yang diterapkan sang al-Ustadz fii al-‘Ulum (Gurunya Banyak Ilmu) untuk sampai pada hasil demikian? Heriyanto menjelaskan, pertama-tama al-Biruni—seperti halnya para ilmuwan Muslim terdahulu maupun sezamannya—berprinsip bahwa bumi ini berbentuk bulat seperti bola. Ia juga menunjukkan, planet ini berputas pada porosnya.
Kemudian, al-Biruni mesti menemukan data penting, yakni jarak jari-jari bumi. Sebab, nilai pi sudah ditemukan oleh matematikawan sebelumnya, termasuk Muhammad bin Musa al-Khwarizmi (780-847). Selain itu, besaran tinggi gunung juga telah diketahui.
Untuk menyederhanakan kalkulasi, bentuk bola itu dilukiskan dalam bentuk dua dimensi, yaitu lingkaran. Katakanlah, O adalah titik pusat bumi. Titik A adalah titik di permukaan Bumi yang menjadi kaki gunung yang tinggi. Titik P berarti titik puncak gunung. Titik B adalah titik di permukaan bumi yang merupakan titik singgung garis P dengan horizon bumi—titik S. Kedua titik P dan S membentuk garis PS.
Titik A dan B berada pada bidang permukaan bumi yang ketinggiannya sama dengan permukaan laut (h = 0 meter). Garis AP adalah tinggi gunung. Garis OB tegak lurus dengan garis PS. Ini sesuai dengan dalil geometri, sebuah garis yang menyinggung lingkaran akan tegak lurus dengan jari-jari lingkaran yang melalui titik singgung garis tersebut dengan lingkaran (titik B).
Al-Biruni lalu menentukan data sudut elevasi, yakni sudut penglihatan dari P ke arah permukaan laut (h = 0). Dengan perkataan lain, sudut itu adalah yang terbentuk antara garis PS dan garis OAP. Adapun sudut elevasi yang ditemukannya, tutur Heriyanto, disimbolkan dengan huruf “α” (alpha).
Garis AP adalah tinggi gunung (h). Al-Biruni mengadakan observasi di banyak tempat, khususnya kawasan Pegunungan Himalaya dan Hindukush. Gunung-gunung di sana rata-rata memiliki ketinggian puncak antara 6.000--7.000 m.
Dengan mengetahui data (h) dan sudut elevasi, al-Biruni dapat menghitung jari-jari bumi (R). Ia menggunakan Dalil Sinus, yakni “panjang sisi a : panjang sisi b : panjang sisi c = sin A : sin B : sin C.” Karena itu, “garis OB : garis OP = sin OPB : sin OBP.” Garis OB adalah R. Adapun OP adalah R ditambah (h). Lambda adalah sudut OPB. Sedangkan sudut OBP adalah 90 derajat, yang memiliki sin sama dengan 1.
Karena tinggi (h) dan sudut elevasi sudah diketahui, nilai R pun dapat dicari. Dari sana, keliling bumi pun bisa ditentukan dengan rumus “keliling = 2.π.R.” Hasilnya, al-Biruni mengatakan, jarak keliling bumi adalah 25 ribu 2/7 mil atau setara 40.225 km.