Ahad 15 Sep 2024 08:19 WIB

Ragam Cara Perayaan Maulid Nabi

Mulai dari pembacaan syair Barzanji dan Burdah, ini ragam cara merayakan Maulid Nabi.

Sejumlah umat Islam mendengarkan ceramah dalam kegiatan menyambut Maulid Nabi 1445 Hijriyah di Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT), Semarang, Jawa Tengah.
Foto: Antara/Makna Zaezar
Sejumlah umat Islam mendengarkan ceramah dalam kegiatan menyambut Maulid Nabi 1445 Hijriyah di Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT), Semarang, Jawa Tengah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad SAW bersabda, "Ada tiga perkara yang apabila ada pada seseorang, maka ia akan merasakan manisnya iman, yaitu hendaknya Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya. Apabila ia mencintai seseorang, ia mencintainya hanya karena Allah. Ia tidak suka kembali kepada kekufuran, sebagaimana tidak mau dilemparkan ke dalam api neraka.”

Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW dilakukan sebagai wujud kecintaan umat Islam kepada sang Khatamul anbiya. Maka dari itu, nyaris seluruh negeri Muslim mengisi momen tersebut dengan meriah dan sekaligus syahdu.

Baca Juga

Kemeriahan lantaran gembira bahwa mereka menjadi umat Rasulullah SAW. Khidmat karena besarnya kerinduan terhadap beliau.

Menurut J Knappert dalam “The Mawlid” (1988), peringatan Maulid Nabi disemarakkan dengan berbagai cara. Kelompok sufi, misalnya, menjadikan momen tersebut sarana untuk mengingat perjuangan dan keteladanan Rasulullah SAW.

Perayaan yang berlangsung setiap bulan Rabiul Awal itu juga diisi dengan pembacaan karya-karya sastra ataupun sejarah Nabi (sirah Nabawiyah). Hal itu dilakukan sebagai bentuk ekspresi kecintaan dan kerinduan terhadap beliau.

Sebagai misal, Kitab Barzanji yang berisi doa-doa, puji-pujian, dan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Karya tersebut juga mengandung kisah perjalanan kehidupan beliau; mulai dari silsilah, kelahiran, masa anak-anak, remaja, dewasa, hingga perjuangannya sebagai utusan Allah. Semua itu disajikan dalam wujud bait-bait syair yang ritmis sehingga mudah disenandungkan. Bahkan, tidak sedikit penggemar sastra yang menghafalkannya.

Nama asli kitab ini merupakan ’Iqd al-Jawahir (Kalung Permata). Namun, lama-kelamaan penyebutan yang selaras dengan nama pengarangnya, Syekh Ja’far al-Barzanji bin Hasan bin Abdul Karim, lebih populer. Sang penulis lahir di Madinah pada tahun 1690. Sufi yang berasal dari kelompok etnis Kurdi—sama seperti Saladin—itu digelari al-Barzanji sesuai dengan desa tempat tinggalnya, Barzinj di Kurdistan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement