Selasa 03 Sep 2024 18:00 WIB

Zionis Ribut dengan Sesama Zionis di Internal Israel, Percepat Keruntuhan Israel?  

Terjadi perbedaan pendapat yang tajam di internal Israel

Menteri Israel Itamar ben Gvir menerabas Masjid al-Aqsa pada Selasa (13/8/2024).
Foto:

Konteks komentarnya adalah “kebencian yang nyata dan mendalam” di antara warga Israel yang diakibatkan oleh upaya Netanyahu dan mitra koalisi pemerintah ekstremisnya untuk melemahkan kekuatan peradilan.

Namun, pertarungan di Mahkamah Agung hanyalah puncak gunung es. Fakta bahwa Israel membutuhkan lima pemilihan umum dalam empat tahun untuk membentuk pemerintahan yang stabil pada Desember 2022 merupakan indikasi konflik politik Israel yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Pemerintah baru mungkin “stabil” dalam hal keseimbangan parlemen, tetapi hal itu mengacaukan negara itu di semua lini, yang mengarah pada protes massal, yang melibatkan kelas militer yang kuat, tetapi semakin terpinggirkan.

Serangan 7 Oktober terjadi pada saat kerentanan sosial dan politik, yang bisa dibilang belum pernah terjadi sebelumnya sejak berdirinya Israel di atas reruntuhan Palestina yang bersejarah pada Mei 1948.

Perang, dan terutama kegagalan untuk mencapai tujuan-tujuannya, memperdalam konflik yang sudah ada. Hal ini menimbulkan peringatan dari para politisi dan militer bahwa negara ini akan runtuh.

Peringatan yang paling jelas datang dari Yitzhak Brik, seorang mantan komandan militer Israel. Ia menulis di Haaretz pada 22 Agustus bahwa “negara ini ... sedang berlari kencang menuju tepi jurang,” dan bahwa negara ini “akan runtuh dalam waktu tidak lebih dari setahun.”

Meskipun Brik, antara lain, menyalahkan kekalahan Netanyahu dalam perang di Gaza, kelas politik anti-Netanyahu percaya bahwa krisis ini terutama terletak pada pemerintah itu sendiri. Solusinya, menurut komentar terbaru yang dibuat oleh Herzog, adalah

Kahanisme merujuk pada Partai Kach dari Rabbi Meir Kahane. Meskipun sekarang dilarang, Kach telah muncul kembali dalam berbagai bentuk, termasuk dalam partai Otzma Yehudit milik Ben-Gvir. Sebagai murid Kahane, Ben-Gvir bertekad untuk mencapai visi sang rabi ekstremis: pembersihan etnis secara menyeluruh terhadap rakyat Palestina.

Ben-Gvir dan rekan-rekannya sepenuhnya menyadari kesempatan bersejarah yang kini tersedia bagi mereka untuk menyulut perang agama yang sangat mereka idam-idamkan. Mereka juga tahu bahwa jika perang di Gaza berakhir tanpa memajukan rencana utama mereka untuk menjajah wilayah-wilayah lain yang diduduki, maka kesempatan itu mungkin tidak akan pernah muncul lagi.

Kesibukan Ben-Gvir yang berhaluan kanan-jauh untuk memenuhi agenda keagamaan Zionis bertentangan dengan bentuk tradisional penjajahan Israel, yang didasarkan pada “genosida bertahap” terhadap warga Palestina dan pembersihan etnis secara perlahan terhadap masyarakat Palestina dari Yerusalem Timur dan Tepi Barat.

BACA JUGA: Protes Keras RS Medistra Soal Jilbab, Siapa Dr Diani? Kakeknya Tokoh Utama Muhammadiyah

Militer Israel percaya bahwa pemukiman ilegal sangat penting, tetapi mereka menganggap koloni-koloni ini dalam bahasa strategis sebagai penyangga “keamanan” bagi Israel.

Pemenang dan pecundang dari perang ideologi dan politik Israel kemungkinan besar akan muncul setelah berakhirnya perang Gaza, yang hasilnya akan menentukan faktor-faktor lain, termasuk masa depan negara Israel, sesuai dengan perkiraan Jenderal Yitzhak Brik sendiri.

Sumber: midleeastmonitor

photo
Provokasi Israel di Kompleks Masjid al-Aqsa - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement