Selasa 03 Sep 2024 06:06 WIB

Tahanan KPK Dipersulit Sholat Karena Belum Suap Petugas, Ini Hukum Sholat Jumat di Penjara

Seorang tahanan KPK mengaku dipersulit untuk sholat Jumat.

Para tersangka pungli Rutan KPK. Di antara mereka ada yang disebut mempersulit tahanan sholat Jumat sebelum disuap.
Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Para tersangka pungli Rutan KPK. Di antara mereka ada yang disebut mempersulit tahanan sholat Jumat sebelum disuap.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Seorang narapidana yang ditahan di Rutan Cabang KPK membagikan kisahnya saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (2/9/2024). Dia mengaku dipersulit oleh petugas Rutan KPK saat hendak sholat Jumat karena belum setor suap atau pungli ke petugas tersebut.

Narapidana tersebut bernama Dono Purwoko, terpidana kasus korupsi proyek pembangunan Gedung Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Provinsi Sulawesi Utara. Terkait dengan sikap petugas tersebut Dono mengaku sempat protes dengan kebijakan tersebut kepada petugas yang menjaga kamar tahanan.

Baca Juga

"Walaupun sedikit bertengkar akhirnya saya dikeluarkan," ujar Dono.

Pada awalnya, Dono tidak mengetahui penyebab dia tak diperbolehkan Sholat Jumat kala itu sehingga melakukan protes kepada penjaga agar dikeluarkan dari kamar tahanan.

Namun, setelah itu, dirinya baru menyadari bahwa belum menyetorkan uang bulanan karena sempat berpindah kamar.

"Ada kamar yang dicat, kemudian kami pindah. Saat itu saya masih dalam masa isolasi, tetapi seingat saya, saya belum bayar," tuturnya.

Setelah momen tersebut, ia pun mengaku membayar uang setoran untuk pungli di Rutan KPK setiap bulannya secara rutin agar tidak menghadapi masalah.

Dalam kasus dugaan pungli di Rutan Cabang KPK, terdapat 15 orang terdakwa yang diduga melakukan pungli atau pemerasan kepada para tahanan senilai total Rp 6,38 miliar pada rentang waktu tahun 2019 hingga 2023.

Sebanyak 15 orang dimaksud, yakni Kepala Rutan KPK periode 2022–2024 Achmad Fauzi, Pelaksana Tugas Kepala Rutan KPK periode 2021 Ristanta, serta Kepala Keamanan dan Ketertiban KPK periode 2018–2022 Hengki.

Selain itu, ada pula para petugas Rutan KPK meliputi Eri Angga Permana, Sopian Hadi, Agung Nugroho, Ari Rahman Hakim, Muhammad Ridwan, Mahdi Aris, Suharlan, Ricky Rahmawanto, Wardoyo, Muhammad Abduh, serta Ramadhan Ubaidillah, yang menjadi terdakwa.

Pungli dilakukan para terdakwa di tiga Rutan Cabang KPK, yakni Rutan KPK di Pomdam Jaya Guntur, Rutan KPK di Gedung C1, dan Rutan KPK di Gedung Merah Putih (K4). Dari setiap Rutan Cabang KPK, pungli yang dikumpulkan senilai Rp80 juta setiap bulannya.

Perbuatan korupsi dilakukan dengan tujuan memperkaya 15 orang terdakwa tersebut, yakni memperkaya Deden senilai Rp399,5 juta, Hengki Rp692,8 juta, Ristanta Rp137 juta, Eri Rp100,3 juta, Sopian Rp322 juta, Achmad Rp19 juta, Agung Rp91 juta, serta Ari Rp29 juta.

Selanjutnya, memperkaya Ridwan sebesar Rp160,5 juta, Mahdi Rp96,6 juta, Suharlan Rp103,7 juta, Ricky Rp116,95 juta, Wardoyo Rp72,6 juta, Abduh Rp94,5 juta, serta Ramadhan Rp135,5 juta.

Terlepas dari kasus pemerasan atau pungli yang dilakukan petugas KPK, bagaimana sebenarnya hukum seorang narapidana yang dipenjara untuk melaksanakan sholat Jumat. Bolehkah meninggalkan sholat Jumat karena sedang dipenjara?

Dalam laman NU Online (nu.or.id) dengan judul artikel Apakah Narapidana Berkewajiban Shalat Jumat? (tulisan ini tayang pada Jumat, 31 Agustus 2018), disebutkan bahwa Sholat Jumat diwajibkan untuk setiap Muslim laki-laki yang memenuhi kriteria wajib sholat Jumat. Orang yang meninggalkannya mendapat ancaman serius sebagaimana ditegaskan dalam beberapa hadits. Namun saat mengalami uzur, diperbolehkan bagi seorang Muslim untuk meninggalkan shalat Jumat (lalu menggantinya dengan sholat zuhur, red), seperti sakit, bepergian, menjaga pos keamanan, dan lain sebagainya. 

Bicara tentang uzur Jumat, kita jadi ingat nasib para narapidana yang tengah menjalankan hukumannya di dalam jeruji besi. Kondisi serbasulit yang menimpa mereka, mengakibatkan ruang gerak mereka terbatasi, termasuk dalam hal pelaksanaan Jumat. Pertanyaannya adalah, apakah mereka berkewajiban melaksanakan sholat Jumat?

Narapidana yang tidak diizinkan keluar dari jeruji besinya di hari Jumat, ulama berbeda pendapat mengenai kewajiban shalat Jumat bagi mereka. Menurut Syekh Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab al-Fatawa al-Kubra hukumnya wajib bila terpenuhi syarat-syarat wajib dan keabsahan Jumat, serta tidak khawatir menimbulkan gejolak ketika mereka mendirikan Jumat di penjara. 

Bila di dalam penjara ditemukan 40 Muslim laki-laki yang dapat mengesahkan pelaksanaan Jumat, maka wajib bagi mereka untuk melakukannya. Jamaah sholat Jumat yang wajib dan menjadikan sah sholat Jumat adalah Muslim yang baligh, berakal, merdeka, berjenis kelamin laki-laki, tidak mengalami ‘udzur yang membolehkannya meninggalkan Jumat dan merupakan penduduk yang bertempat tinggal tetap (muqim mustauthin). Jika tidak terpenuhi syarat wajib dan keabsahan Jumat tersebut, maka mereka tidak wajib melaksanakan Jumat di dalam penjara.

Berpijak dari pendapat ini, apabila syarat kewajiban dan keabsahan Jumat terpenuhi, maka diperbolehkan untuk melaksanakan Jumat di penjara, meskipun di daerah tersebut juga dilaksanakan Jumat di luar penjara. Kondisi narapidana di dalam jeruji besi menjadi salah satu uzur yang membolehkan berbilangnya pelaksanaan Jumat menurut pendapat ini.

Sedangkan menurut ulama lain, hukumnya tidak wajib secara mutlak. Bahkan menurut Imam al-Subuki, tidak diperbolehkan bagi narapidana melaksanakan Jumat di dalam penjara, karena uzur yang menimpa mereka.

Syekh Ibnu Hajar al-Haitami menegaskan:

وسئل نفع الله به هل يلزم المحبوسين إقامة الجمعة في الحبس فأجاب بقوله القياس أنه يلزمهم ذلك إذا وجدت شروط وجوب الجمعة وشروط صحتها ولم يخش من إقامتها في الحبس فتنة لكن أفتى غير واحد بأنها لا تلزمهم مطلقا وقد بالغ السبكي فقال لا يجوز لهم إقامتها وإن جاز تعددها وهو بعيد جدا وإن أطال الكلام فيه في فتاويه

“Syekh Ibnu Hajar ditanya, apakah para narapidana wajib melaksanakan Jumat di dalam penjara?. Beliau menjawab, sesuai hukum qiyas, wajib bagi mereka menjalankannya apabila terpenuhi syarat sah dan syarat wajib Jumat serta tidak menimbulkan fitnah saat melaksanakan Jumat di dalam penjara. Akan tetapi lebih dari satu orang ulama berfatwa tidak wajib secara mutlak. Al-Imam al-Subuki melebih-lebihkan dalam persoalan ini, beliau mengatakan, tidak diperbolehkan bagi mereka untuk melaksanakan Jumat meski boleh Jumat dilakukan secara berbilangan. Ini pendapat yang sangat jauh dari kebenaran, meski beliau panjang lebar menjelaskan argumennya di beberapa fatwanya.” (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, al-Fatawi al-Fiqhiyyah al-Kubra, juz 1, hal. 259).

Berkaitan dengan kebolehan ta’addud al-Jumat bagi para narapidana, beliau menegaskan:

فإن قلت إن أقاموها قبل جمعة البلد أفسدوها على أهلها أو بعدها لم تنعقد لهم  قلت ممنوع فيهما بل عذر الحبس لا يبعد أنه يجوز التعدد فيفعلونها متى شاءوا قبل أو بعد ولا حرج عليهم حينئذ

“Jika kamu bertanya, apabila para narapidana mendirikan Jumat di dalam penjara sebelum Jumatnya warga setempat, bukankah hal tersebut berdampak pada batalnya jumat warga? Bila para narapidana melakukannya setelah pelaksanaan Jumatnya warga, bukankah Jumat nya para napi yang tidak sah?. Aku jawab, dua anggapan tersebut tidak dapat diterima. Bahkan, uzur penahanan tidak cenderung membolehkan berbilangnya pelaksanaan Jumat, maka para narapidana bebas melaksanakannya, sebelum atau setelah Jumatnya warga setempat, tidak ada masalah bagi mereka”. (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, al-Fatawi al-Fiqhiyyah al-Kubra, juz 1, hal. 259).

Perbedaan pendapat di atas berlaku bila narapidana tidak memungkinkan melaksanakan Jumat di luar penjara. Bila memungkinkan, misalkan diberi izin dan fasilitas oleh pihak yang berwajib untuk menjalankan sholat Jumat di tempat tertentu, maka hukumnya adalah wajib asalkan terpenuhi syarat keabsahan Jumat. Sebab, dalam kondisi demikian tidak ada alasan yang mendesak bagi para narapidana untuk meninggalkan Jumat.

 

 

 

 

 

sumber : Dok Republika / Antara / NU Online
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement