REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada Rabu (28/8/2024) mendesak Israel agar segera menghentikan serangan militer besar-besaran di daerah pendudukan Tepi Barat setelah 11 orang Palestina wafat dan lainnya terluka.
Guterres mengutuk keras atas hilangnya nyawa, termasuk anak-anak dan meminta operasi tersebut segera dihentikan.
Guterres juga menekankan agar mereka yang terluka harus memiliki akses terhadap perawatan medis, dan pekerja kemanusiaan harus dapat menjangkau setiap orang yang membutuhkan.
Sekjen PBB itu meminta Israel menaati tanggung jawabnya di bawah hukum humaniter internasional dengan melindungi warga sipil dan memastikan keamanan mereka.
Juru bicara Sekjen, Stephane Dujarric mengatakan Guterres mendesak aparat keamanan untuk mengendalikan diri secara maksimal dan menggunakan senjata mematikan hanya pada saat sangat dibutuhkan untuk melindungi nyawa.
"Perkembangan berbahaya ini memicu situasi yang sangat tegang di daerah pendudukan Tepi Barat dan semakin melemahkan Otoritas Palestina," kata Dujarric.
"Pada akhirnya, hanya dengan mengakhiri pendudukan dan kembali ke proses politik yang bermakna yang akan mewujudkan solusi dua negara, kekerasan dapat dihentikan. PBB akan terus bekerja sama dengan semua pihak untuk mencapai tujuan ini, guna mengupayakan de-eskalasi situasi saat ini dan mendorong stabilitas di kawasan tersebut," imbuhnya.
Menurut harian Israel Yedioth Ahronoth, Israel mengerahkan dua brigade militer, helikopter, drone dan buldoser saat melakukan penyerangan di Tepi Barat.
Serangan militer Israel yang terbesar di Tepi Barat terjadi pada 2002 saat Intifada Kedua. Terjadi penyerbuan di bagian utara wilayah yang diduduki, termasuk di provinsi Nablus, Tulkarem, Jenin, dan Tubas.
Dalam putusan penting Mahkamah Internasional pada 19 Juli, dinyatakan bahwa pendudukan Israel selama puluhan tahun di tanah Palestina adalah melanggar hukum dan menuntut evakuasi semua permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.