REPUBLIKA.CO.ID, Para ulama telah memberikan penjelasan tentang rezeki dalam kitab-kitab karangannya. Seperti dalam kitab Al-Hikam, karya Ibnu Atha'illah, terdapat banyak hikmah yang membahas tentang rezeki dan bagaimana seorang hamba seharusnya menyikapi masalah tersebut.
Ibnu Atha'illah menekankan bahwa rezeki setiap makhluk sudah ditentukan oleh Allah dan tidak akan tertukar. Manusia tidak perlu khawatir secara berlebihan tentang rezekinya, karena Allah telah menjamin semua makhluk-Nya akan mendapat rezeki yang cukup. Dalam salah satu hikmahnya, beliau mengatakan,
إِجْتِهَادُكَ فِيْمَا ضُمِنَ لَكَ وَتَقْصِيْرُكَ فِيْمَا طُلِبَ مِنْكَ د َلِيْلٌ عَلَى إِنْطِمَاسِ الْبَصِيْرَةِ مِنْكَ.
Artinya: "Usaha kerasmu dalam hal yang telah dijamin Allah untukmu (dalam urusan rezeki) dan kelalaianmu dalam hal yang dituntut oleh-Nya darimu adalah pertanda kebutaan mata hatimu".
Menurut Ibnu Atha'illah, meskipun rezeki telah dijamin, bukan berarti seseorang boleh meninggalkan usaha. Usaha adalah bagian dari sunnatullah, tetapi dalam usaha tersebut, seorang hamba harus selalu bertawakal kepada Allah.
Tawakal bukan berarti meninggalkan usaha, tetapi menyandarkan hasil usaha sepenuhnya kepada Allah. Dia menegaskan, usaha manusia hanyalah sebab, sedangkan yang menentukan hasil adalah Allah.
Ulama menjelaskan bahwa rezeki bukan semata-mata tentang harta atau kekayaan materi. Ibnu Atha'illah dalam hikmahnya juga mengingatkan bahwa rezeki bisa berupa ilmu, kesehatan, ketenangan hati, keberkahan waktu, serta hal-hal lain yang tidak bersifat materiil tetapi sangat bernilai.
Di dalam Lisan al 'Arab, Ibnu al Manzhur juga menjelaskan, Ar-rizqu adalah sebuah kata yang sudah dipahami maknanya, dan terdiri dari dua macam. Pertama, yang bersifat zhahirah (tampak), semisal bahan makanan pokok. Kedua, yang bersifat bathinah bagi hati dan jiwa, berbentuk pengetahuan dan ilmu-ilmu.
Tanda kesuksesan seseorang..