Rabu 21 Aug 2024 18:12 WIB

Pulang dari Gaza, Para Dokter Desak AS Embargo Israel

Para dokter ini ceritakan kengerian yang dialami penduduk sipil Gaza akibat Israel.

Warga Palestina menangisi jenazah di pemakaman belasan yang syahid dalam serangan Israel, di Rumah Sakit Martir Al-Aqsa di Deir al-Balah, Jalur Gaza, Sabtu, 17 Agustus 2024.
Foto: AP Photo/Abdel Kareem Hana
Warga Palestina menangisi jenazah di pemakaman belasan yang syahid dalam serangan Israel, di Rumah Sakit Martir Al-Aqsa di Deir al-Balah, Jalur Gaza, Sabtu, 17 Agustus 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Sejumlah dokter yang baru kembali dari misi pelayanan medis di Jalur Gaza mendesak pemerintah Amerika Serikat (AS) agar segera mengembargo senjata terhadap Israel. Dalam pernyataan yang disampaikan pada Selasa (20/8/2024), perwakilan mereka mengungkapkan, keadaan rakyat sipil di daerah Palestrina itu sangat memprihatinkan.

Berbicara di sela-sela Konvensi Nasional Demokrat di Chicago, Illinois, Dr Tammy Abughanim mengatakan, genosida yang dilakukan Israel selama lebih dari 10 bulan telah menyebabkan nestapa bagi warga sipil di Jalur Gaza.

Baca Juga

"Ketika mereka (warga Gaza) mengatakan kepada saya bahwa kami tidak mampu menanggung satu hari lagi seperti ini, itu benar adanya," ujar Abughanim, mengingat percakapan yang dilakukannya dengan warga Gaza selama perjalanannya baru-baru ini, dikutip Anadolu, Rabu (21/8/2024).

Karena itu, dirinya dan para dokter yang baru saja pulang Dari Gaza ini mendesak pemerintahan Joe Biden agar memberlakukan embargo senjata pada Israel. Ia mengenang, para dokter tidak dapat bekerja secara semestinya sewaktu berada di daerah Palestina itu akibat bom-bom berjatuhan. Yang menyedihkan, serangan udara yang dilancarkan militer Israel (IDF) itu menargetkan anak-anak dan warga sipil.

“Saat quadcopter Israel menyerang sekelompok warga sipil, kami tidak dapat melakukan pekerjaan kami. Israel telah membuat pekerjaan kami mustahil, dan Israel telah membuat pekerjaan kami mustahil dengan dukungan langsung dari Amerika Serikat," jelasnya.

Abughanim menuturkan, dirinya dan tim dokter berada di Jalur Gaza sejak tanggal 25 Maret hingga 8 April 2024. Selama di sana, mereka menyaksikan langsung kengerian genosida.

"Saya melihat tubuh manusia hancur berkeping-keping oleh peluru yang kita bayar--bukan sekali, bukan dua kali, tetapi benar-benar setiap hari," kata Dr Feroze Sidhwa.

"Saya melihat penghancuran yang luar biasa dan sistematis terhadap seluruh kota Khan Younis. Jika ada satu ruangan di kota itu yang masih memiliki empat dinding yang utuh, saya tidak tahu di mana itu berada," ujar dia lagi.

Sidhwa lalu membacakan surat yang disampaikan oleh Mark Perlmutter, seorang dokter keturunan Yahudi-Amerika yang menemaninya dalam perjalanan baru-baru ini ke Gaza.

Perlmutter mengingat kekejaman yang menimpa masyarakat setempat, khususnya anak-anak. Dirinya masih tidak dapat memahami kekejaman yang terus menerus dilancarkan Israel itu bisa terjadi.

Ia mengaku menyaksikan dua anak kecil tertembak di kepala dan di dada dalam waktu kurang dari dua pekan. Dirinya juga melihat belasan anak kecil menjerit kesakitan dan ketakutan, berdesakan di tempat perawatan trauma yang begitu sempit karena ramai oleh pasien luka-luka.

"Demi kebaikan Palestina, demi kebaikan Amerika Serikat, demi kebaikan Israel, demi kebaikan Yudaisme, dan tentu saja, demi kebaikan hukum internasional dan seluruh umat manusia, tolong hentikan mempersenjatai Israel,” kata dia.

Genosida Israel di Jalur Gaza yang terkepung telah menewaskan lebih dari 40 ribu warga Palestina, termasuk puluhan ribu wanita dan anak-anak. Aksi brutal Israel itu membuat 2 juta warga lainnya mengungsi. Mereka terpapar kelaparan dan penyakit di tengah kekurangan akut kebutuhan sehari-hari dan pasokan medis.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement