Selasa 20 Aug 2024 23:15 WIB

Banyak Sosok Aneh dan Nyeleneh Dianggap Wali, Benarkah Ada Wali Majdzub?

Pengertian siapa wali dijabarkan oleh para ulama

Bersujud (ilustrasi). Pengertian siapa wali dijabarkan oleh para ulama
Foto:

Oleh : Ustadz Yendri Junaidi Lc MA

Bisa jadi juga yang dimaksud adalah ia diberikan pemahaman yang tidak biasa terhadap nash; pemahaman di luar area fiqih zhahir.

Ini seperti dialog yang terjadi antara seorang yang dijuluki al-Majnun dengan Imam Abu Hanifah seperti diceritakan oleh Imam al-Kasymiri dalam Faidhul Bari.

Suatu ketika al-Majnun bertemu Abu Hanifah. Ia sedang makan roti sambil berjalan. Abu Hanifah menegurnya, “Tidak adakah tempat untuk engkau duduk lalu makan dengan tenang?

Seketika dia membacakan hadits:

مَطْلُ الغَنِيِّ ظُلْمٌ

“Penundaan orang yang kaya adalah kezaliman.”

Yang ia maksudkan, “Aku sedang lapar. Ketika aku mendapat roti berarti aku kaya. Kalau aku menunda untuk memakan roti ini berarti aku zalim.”

Mendengar jawaban ini Abu Hanifah hanya tersenyum. Di akhir cerita, Imam al-Kasymiri berkata:

وهو عندي مجذوب

“Menurutku orang ini adalah majdzub.”

Kesimpulannya, tidak dimungkiri adanya wali majdzub. Namun tidak sembarangan juga menyematkan label wali majdzub pada siapapun yang tampak berbeda dari manusia kebanyakan.

Ketika seseorang menampakkan perilaku yang menyimpang dari syariat, mengaku-aku sesuatu yang nyata bohongnya, maka ia tidak layak disebut wali.

Mari perhatikan dengan seksama pesan Imam Zarruq berikut ini :

وطائفة اعتقدوا الإباحة للولي في كل ما يتناوله أو يأتيه، حتى لو رأوه على محرم ما أنكروا عليه، وربما دخل عليهم فيه بعض الناس، فكان ضالا مضلا، وهو فيما وقع فيه إما عاص إن وقع مرة بحسب غلبة الشهوة والقدر الجاري، أو فاسق إن تكرر منه ذلك ودام مع الإصرار، وذلك ينفي الولاية، أو صاحب حال يسلم له ولا يقتدى به، ويطلب منه حق الله، ولا يهزأ به، أو محكوم له بحكم المجانين في ظاهره، بحيث تسقط عنه الأحكام، ويعتنى به لما قام بقلبه

“Ada orang yang meyakini seorang wali boleh melakukan apa saja, sehingga ketika mereka melihatnya melakukan sesuatu yang haram mereka tidak mengingkarinya. Terkadang orang yang bukan wali disebut wali, akhirnya ia sesat dan menyesatkan. Padahal apa yang dilakukannya boleh jadi maksiat jika terjadi satu kali karena tidak kuasa menahan syahwat dan taqdir yang berlaku, dan boleh jadi fasik kalau hal itu berulang kali ia lakukan. Hal ini akan mencabut wilayah (kewalian) dari dirinya.

Atau bisa jadi ia shahibul hal. Dalam hal ini apa yang ia lakukan diiyakan saja tapi tidak untuk diikuti. Darinya dituntut hak Allah. Tapi ia tidak boleh diolok-olok.

Atau bisa jadi ia dihukumi sebagai majnun (gila) secara zhahir dan hukum syariat gugur dari dirinya. Ia dijaga karena sifat yang ada dalam dirinya.”

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement