REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nabi Muhammad SAW adalah teladan paling sempurna dalam soal amanah. Beliau digelari al-amin. Maknanya, sosok yang tepercaya dan amanah.
Sebelum dan sesudah diangkat menjadi utusan Allah SWT, orang-orang Quraisy biasa menitipkan barang-barangnya kepada Rasulullah SAW. Saat beliau hijrah, Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu yang saat disuruh mengembalikan barang-barang titipan tersebut kepada pemiliknya.
Rasul SAW menyatakan ancaman bagi siapapun yang mengkhianati amanah. "Jika amanah diabaikan, maka tunggulah hari kiamat" (HR Bukhari).
Ibnu Al-Jauzi menyatakan, seperti yang dinukilkan dari sebagian ahli tafsir, bahwa terma amanah dalam Alquran meliputi tiga aspek perbuatan.
Pertama, pelaksanaan kewajiban-kewajiban agama. Ini terdapat dalam firman Allah, ''Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.'' (QS Al-Anfal [8]: 27).
Ibadah berupa ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya adalah titipan amanah paling besar yang dibebankan kepada manusia. Allah berfirman, ''Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.'' (QS Adzdzariyat [51]: 56). Maka, jika manusia tidak mau beribadah kepada Allah, berarti ia telah berlaku khianat.
Kedua, penyampaian yang baik. Seperti dalam firman Allah berikut ini.
اِنَّ اللّٰهَ يَاۡمُرُكُمۡ اَنۡ تُؤَدُّوا الۡاَمٰنٰتِ اِلٰٓى اَهۡلِهَا ۙ وَاِذَا حَكَمۡتُمۡ بَيۡنَ النَّاسِ اَنۡ تَحۡكُمُوۡا بِالۡعَدۡلِ ؕ اِنَّ اللّٰهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمۡ بِهٖ ؕ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ سَمِيۡعًۢا بَصِيۡرًا
"Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat" (QS an-Nisa: 58).
Adapun yang ketiga, penjagaan kepercayaan yang diberikan orang lain. Seperti dalam firman Allah.
قَالَتۡ اِحۡدٰٮہُمَا يٰۤاَبَتِ اسْتَاْجِرۡهُ ۖ اِنَّ خَيۡرَ مَنِ اسۡتَـاْجَرۡتَ الۡقَوِىُّ الۡاَمِيۡنُ
"Dan salah seorang dari kedua (perempuan) itu berkata, "Wahai ayahku! Jadikanlah dia sebagai pekerja (pada kita), sesungguhnya orang yang paling baik yang engkau ambil sebagai pekerja (pada kita) ialah orang yang kuat dan dapat dipercaya" (QS al-Qasas: 26).
Ayat ini menerangkan bahwa setelah Nabi Musa AS bertemu dengan Nabi Syua'ib AS yang sudah tua. Rupanya orang tua itu tidak mempunyai anak laki-laki dan tidak pula mempunyai pembantu. Maka, yang mengurus semua urusan keluarga itu hanyalah kedua putrinya saja.
Terpikir oleh salah seorang putri itu untuk meminta tolong kepada Musa yang tampaknya amat baik sikap dan budi pekertinya dan kuat tenaganya menjadi pembantu di rumah ini.
Putri itu mengusulkan kepada bapaknya agar mengangkat Musa sebagai pembantu mereka untuk menggembala kambing, mengambil air, dan sebagainya karena dia seorang yang jujur, dapat dipercaya, dan kuat tenaganya. Usul itu berkenan di hati bapaknya, bahkan bukan hanya ingin mengangkatnya sebagai pembantu, malah ia hendak mengawinkan salah satu putrinya dengan Musa.