REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh geram dan mengecam dugaan larangan jilbab untuk Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) Nasional 2024. Salah satu putri terbaik Aceh, termasuk daftar anggota Paskibraka yang melepas jilbab itu.
Ketua MPU Aceh, Teungku H Faisal Ali, menilai kebijakan semacam ini menunjukkan radikallisme pemerintah. Dia pun meminta agar para anggota Paskibraka yang Muslimah dibebaskan kembali berhijab.
“Ini bentuk radikalisme di tubuh pemerintah. Kami minta untuk dibebaskan mereka berjilbab kembali saat 17 Agustus,” ujar dia kepada Republika.co.id, di Jakarta, Selasa (14/8/2024).
Dia mengingatkan, pemerintah agar tak menciptakan rasisme di kalangan masyarakat. “Ulama Aceh menganggap pemerintah rasis terhadap Islam dan berkhianat terhadap kekekhususan masyarakat Aceh,” kata dia.
Sebelumnya, beredar viral di media sosial kabar pemaksaan lepas jilbab yang menimpa wakil Provinsi Aceh di Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) Nasional, Dzawata Maghfura Zukhri, siswi kelas X SMAN Modal Bangsa (Mosa).
Wakil Sekretaris Jenderal Purna Paskibraka Indonesia (PPI) Pusat, Irwan Indra angkat bicara. Dia berkisar dirinya mendapat kesempatan menjadi pasukan Paskibraka pada 2001 sebagai perwakilan dari Sumatra Utara. "Saat itu sudah dibolehkan berjilbab di daerah. Di nasional sudah sejak 2002. Dulu zaman Orde Baru memang tak boleh," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (14/8/2024).
Irwan juga menjalankan tugas sebagai pembina Paskibraka sejak 2016. Saat itu, pembinaan Paskibraka masih di bawah Kementerian Pemuda dan Olah Raga. Sejak 2022, pembinaannya di bawah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
"Saya sejak 2016 jadi pembina Paskibra nasional di cibubur jadi tahu betul kebiasaan-kebiasaannya," ujar Irwan. Ia menuturkan, sejak 2016, mereka sudah mulai memikirkan betul soal penghargaan terhadap keyakinan masing-masing anggota Paskibraka.
"Kita sudah mulai melakukan penjagaan terhadap adik-adik dari hal-hal yang bertentangan dengan keyakinan mereka. Dulu ada tradisi mandi kembang dan balik celana dalam, itu konyol dan kita ubah," ia menuturkan.
Soal pakaian untuk Paskibraka Muslimah yang hendak menjaga aurat juga dipertimbangkan. Misalnya, rok yang dipanjangkan dan penggunaan legging. "Bahkan pada 2021, pembawa baki Bendera Pusaka pakai jilbab. Makanya kita heran."
Sebab itu, ia dan rekan-rekannya di PPI terkejut saat pada 13 Agustus lalu tak ada satupun Paskibraka putri yang berjilbab. "Kita kaget, koq ada yang berubah karena selama ini fine-fine saja soal keyakinan yang pake atau lepas jilbab," ujarnya.
Baca juga: 11 Kondisi Sebenarnya Perekonomian Israel Akibat Perangi Gaza yang Ditutup-tutupi
Dari situ kemudian muncul kerisauan di para senior di PPI daerah-daerah. Setelah ditelusuri, ternyata dari 38 provinsi ada 18 yang mengirimkan Muslimah berjilbab untuk jadi petugas Paskibraka pusat. "Kita cek ke semua PPI ke provinsi. Apakah benar tidak pakai jilbab? Mereka ramai bersuara, 18 provinsi pakai jilbab. Ada adik-adik kita yang sudah sejak SD sudah pakai jilbab," kata Irwan.
Ia meyakini, lepasnya jilbab sebagian patugas Paskibraka karena faktor tekanan. "Nggak mungkin mereka sukarela, pasti ada tekanan," kata dia.