REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berkat kedekatannya sebagai sahabat Abu Bakar ash-Shiddiq, Abdurrahman bin Auf menjadi salah seorang laki-laki yang paling awal masuk Islam. Sejarah mencatat, saudagar yang brilian itu merupakan orang kedelapan yang menyatakan diri Muslim kepada Rasulullah SAW pada masa dakwah secara sembunyi-sembunyi.
Begitu mengucapkan dua kalimat syahadat, kecintaannya terhadap Islam melampaui sayangnya terhadap dunia dan segala harta benda.
Seperti dinarasikan kitab Al-'Asyratu al-Mubasysyaruna bi al-Jannati karya Abdullatif Ahmad 'Aasyur (1988), Abdurrahman telah teguh hatinya berjuang di jalan Allah. Ia mengorbankan harta benda serta jasadnya untuk kejayaan Islam.
Dalam Perang Uhud, misalnya, Abdurrahman mendapatkan 20 luka parah di tubuhnya. Salah satunya bahkan menyebabkan dirinya pincang dan beberapa giginya rontok sehingga mengurangi kemampuannya berbicara lancar.
Abdurrahman dikenal luas sebagai saudagar sukses, sebagaimana sahabatnya, Abu Bakar. Namun, kekayaan itu tidak menghalanginya dari beribadah kepada Allah. Ia merupakan salah satu pilar dakwah Islam yang telah dibina langsung Rasulullah.
Ketika peristiwa hijrah ke Madinah, Abdurrahman meninggalkan seluruh harta dan aset perdagangannya dirampas kaum kafir Quraisy di Makkah. Begitu pula sebelumnya, ketika ia ikut dalam rombongan Muslim hijrah ke negeri Habasyah.
Namun, kepergiannya dari kampung halaman belakangan menunjukkan kepiawaiannya berniaga. Mayoritas penduduk setempat Kota Madinah, yakni kaum Anshar, bekerja sebagai petani. Hal yang kontras dengan karakteristik orang Makkah yang kebanyakan pedagang.
Ikatan persaudaraan dibentuk Rasulullah dengan tujuan mengasimilasikan dua potensi tersebut. Abdurrahman dipersaudarakan dengan Sa'ad ibnu ar-Rabi' al-Autsari, sosok kaya raya di Madinah.
Saad berkata, "Hartaku separuhnya untukmu (Abdurrahman) dan aku akan berusaha menikahkan kamu (dengan perempuan Anshar)."
Mendengar itu, Abdurrahman menjawab, "Semoga Allah memberkahi keluargamu dan hartamu. Tunjukkan saja, di mana tempat pasar perdagangan?"
Selama di Madinah, Abdurrahman merintis perniagaan keju dan minyak samin. Tidak membutuhkan waktu lama, laba perdagangan kian meningkat. Oleh Rasulullah SAW, apa yang dilakukan Abdurrahman dijadikan contoh bagaimana seorang Muslim bangkit.
Nabi SAW bersabda ketika ditanya perihal penghasilan apa yang paling baik, "Apa yang dihasilkan orang dari pekerjaan tangannya dan semua jual beli mabrur" (HR Bukhari dan al-Hakim).
Di Madinah, kaum Muslimin dari kalangan Anshar, terutama Muhajirin, mulai bangkit dari keterpurukan. Tidak ada di antara mereka yang menganggur dari pekerjaan.
Besarnya kafilah dagang Abdurrahman digambarkan dalam riwayat Imam Ahmad dari Anas RA. Ketika Aisyah RA sedang di rumahnya, ia mendengar suara gaduh menggema di Kota Madinah.
Sang ummul mukminin bertanya, "Apa itu?"
Maka dijawab, "(Itu) kafilah unta milik Abdurrahman yang tiba dari Syam, membawa segala macam barang sebanyak 700 unta."
Aisyah berkata, "Aku pernah mendengar Nabi SAW bersabda, 'Aku lihat Abdurrahman memasuki surga dengan merangkak."
Kesaksian Aisyah itu akhirnya sampai kepada Abdurrahman, yang lantas menyedekahkan muatannya itu untuk berjihad di jalan Allah. Ia tidak ingin harta bendanya memperlambat langkah kakinya kelak memasuki surga.
Kecintaan Abdurrahman kepada Rasulullah SAW ditunjukkan dalam beragam cara. Ketika perniagaannya sudah berkembang pesat, Abdurrahman diberi anjuran oleh Nabi SAW, "Wahai Abdurrahman, kamu sekarang menjadi orang kaya dan kamu akan masuk surga dengan merangkak. Pinjamkanlah hartamu kepada Allah agar lancar kedua kakimu" (HR al-Hakim dalam al-Mustadrak).
Maksud dari "meminjamkan harta kepada Allah" ialah banyak-banyak bersedekah dan infak untuk kepentingan syiar Islam.