REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan kumpulan fatwa terbaru, yang salah satunya dengan tegas menyerukan agar masyarakat memprioritaskan penggunaan produk dalam negeri Indonesia. Fatwa itu adalah Fatwa MUI No 14/Ijtima’ Ulama/VIII/2024 tentang “Prioritas Penggunaan Produk dalam Negeri”.
Fatwa ini dibahas dalam Forum Ukhuwah Islamiyah bertema "Ukhuwah Islamiyah dalam Polemik Afiliasi Israel" di Jakarta Barat, Rabu (31/7/2024). Dalam kesempatan ini, Ketua MUI bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis menjelaskan bahwa penggunaan produk dalam negeri merupakan implementasi slogam "Hubbul Wathon Minal Iman" yang artinya adalah "cinta tanah air bagian dari iman"
"Jadi produk di internal kita ini landasannya adalah fatwa. Jadi ada landasan teologis sehingga kerjaan kita, upaya kita, itu bernilai ibadah karena ada nilai teologisnya bukan sekadar bagaimana kita berbisnis," ujar Kiai Cholil saat menjadi pembicara dalam forum yang dihadiri puluhan perwakilan umat Islam ini.
Fatwa ini merupakan keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VIII yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Islamic Center, Sungailiat, Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada 28-31 Mei 2024.
Fatwa terbaru ini ini diharapkan dapat membangkitkan ekonomi nasional, sekaligus menghentikan produk-produk yang terafiliasi maupun diimpor langsung dari Israel.
Fatwa MUI No 14/Ijtima’ Ulama/VIII/2024 ini juga semakin memperkuat kedudukan fatwa sebelumnya, yaitu Fatwa MUI Nomor 83 Tahun 2023 tentang “Hukum Dukungan terhadap Perjuangan Palestina”, yang menegaskan bahwa mendukung agresi Israel ke Palestina hukumnya haram. Fatwa ini ditetapkan pada Rabu (08/11/2023) pada Sidang Rutin Komisi Fatwa MUI.
“Mendukung agresi Israel terhadap Palestina atau pihak yang mendukung Israel baik langsung maupun tidak langsung hukumnya haram," ucap Ketua MUI Bidang Fatwa, KH Asrorun Ni’am Sholeh.
Menurut dia, fatwa MUI Nomor 83 Tahun 2023 menegaskan bahwa mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina atas agresi Israel hukumnya wajib. Dukungan itu bisa berupa pendistribusian zakat, infak, maupun sedekah untuk kepentingan perjuangan rakyat Palestina.
Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal MUI Bidang Ukhuwah, KH Arif Fahrudin dalam forum mengungkapkan sejumlah data di lapangan. Menurut dia, sejauh ini gerakan boikot yang diperkuat Fatwa MUI Nomor 83 Tahun 2023 itu sudah cukup memukul sejumlah perusahaan multinasional yang diyakini terafiliasi dengan Israel.
Sebagai bukti, hasi survei lembaga riset pemasaran Compas.co.id sepanjang periode 19 Mei-15 Juni 2024 menyebutkan bahwa sales value 156 dari 206 brand yang diyakini terafiliasi Israel menurun, sebaliknya manufaktur dalam negeri justru meningkat.
Total jumlah produk terjual (sales quantity) dari 206 merek terafiliasi Israel di Indonesia merosot 3 persen dibanding dua pekan sebelumnya, dan dari 6.884.802 jumlah produk terjual, turun ke angka 6.673.745 produk.
“Solidaritas kita kepada rakyat yang sedang dijajah di seluruh dunia, khususnya rakyat Palestina yang selama 76 tahun dijajah secara brutal dan kini sedang menghadapi proses genosida oleh Israel dan para pendukungnya, akan semakin bertambah kuat maknanya apabila kita barengi juga dengan stop pembelian produk-produk terafiliasi dan impor dari Israel,” kata Kiai Arif.
“Kita tidak boleh mendukung pihak yang secara biadab terus membunuhi puluhan ribu kaum perempuan dan anak-anak Palestina, termasuk tidak membeli produk-produk perusahaan multinasional yang hasilnya jelas digunakan untuk mempertahankan penjajahan atas bangsa Palestina,” jelas dia.
Dengan demikian, terlihat kesinambungan antara Fatwa MUI Nomor 83 Tahun 2023 tentang “Hukum Dukungan terhadap Perjuangan Palestina” dengan Fatwa MUI No 14/Ijtima’ Ulama/VIII/2024 tentang “Prioritas Penggunaan Produk dalam Negeri”.
Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI tegas menyatakan: “Mendesak negara dengan menggunakan instrumen yang berlaku, segera membangun dan mengembangkan kemandirian ekonomi nasional dengan cara menggunakan produk-produk nasional yang menggunakan bahan baku dalam negeri, saham perusahaan tidak dimiliki oleh asing secara mayoritas, dan menggunakan tenaga kerja nasional.”
Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI juga menegaskan bahwa fatwa ini menjadi momentum yang sangat strategis mengembalikan martabat bangsa Indonesia dengan mencintai produk dalam negeri sendiri dari hilir, proses, dan hulunya, sehingga mampu bersaing dalam pasar global demi kesejahteraan bangsa Indonesia.