REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf, merespons tegas beredarnya buku ajaran di madrasah yang memuat tentang sejarah berdirinya NU.
Buku tersebut, terungkap memuat fakta-fakta salah sehingga berpotensi terjadi penyesatan sejarah. "Ada buku yang ditulis dan kemudian digunakan sebagai referensi atau sebagai bahan ajar di madrasah-madrasah mengenai sejarah pendirian NU yang isinya berisi narasi yang menyimpang, yang tidak sesuai dengan yang sesungguhnya," seusai memimpin Rapat Pleno PBNU di Jakarta, Ahad (28/7/2024) lalu.
Lantas apa buku dan isi dari buku yang dimaksud tersebut? Republika.co.id menelusuri dari sejumlah sumber dan mendapati buku yang dimaksud adalah buku Pelajaran Ahlusunnah Waljamaah Ke-NU-an, jilid 1 untuk kelas 2, Madrasah Diniyah dan Pondok Pesantren yang disusun oleh Divisi Keilmuan RMI PCNU, Penerbit RMI PCNU Kabupaten Tegal.
Dalam buku tersebut dijelaskan, bahwa salah satu pendiri NU adalah kakek dari Habib Luthfi, Habib Hasyim Bin Yahya Pekalongan. Bahkan, diungkap secara lengkap tentang kronologis pendirian NU yang tak terlepas dari kakek Habib Luthfi.
Dalam foot note Bab VI yang menerangkan sejarah lahirnya NU, disebutkan bahwa, ada versi lain dalam pembentukan NU. Dibentuknya NU sebagai wadah Aswaja bukan semata-mata KH Hasyim Asy’ari ingin berinovasi, tetapi memang kondisi pada waktu itu sudah sampai pada kondisi dhoruri, wajib mendirikan sebuah wadah. Hal itu merupakan pengalaman ulama-ulama Aswaja, terutama pada rentang waktu pada tahun 1200 H sampai 1350 H.
Menjelang berdirinya NU, beberapa ulama besar berkumpul di Masjidil Haram. Mereka menyimpulkan bahwa sudah sngat mendesak beridirnya wadah bagi tumbuh kembang dan terjaganya ajaran Aswaja.
Akhirnya, diistikarahi oleh para ulama Haramain. Kemudian mereka mengutus KH Hasyim Asy’ari untuk pulang ke Indonesia agar menemu dua orang yang diyakini sebagai kekasih Allah, yang bermukim di Indonesia.
Kalau dua orang ini mengiyakan, maka rencana pembuatan wadah untuk Aswaja akan dilanjutkan. Kalau tidak maka jangan diteruskan. Dua orang tersebut adalah Habib Hasyim bin Umar bin Thoha bin Yahya, Pekalongan (kakek meulana Habib Muhammad Lutfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya.
Baca juga: Ini Bakal Cawagub Sumut dengan Elektabilitas Tertinggi Menurut Survei Terbaru LSI
Yang satunya lagi adalah Syekhona Muhammad Kholil Bangkalan. Oleh sebab itu, tidak heran jika Muktamar NU yang ke-5 dilaksanakan di Pekalongan, tepatnya pada tahun 13 Rabiul Akhir 1349 H/ 7 September 1930 M. Hal itu dilakukan ternyata untuk menghormati Habib Hasyim bin Yahya yang wafat pada tahun itu.
Mbah Kiai Hasyim Asy’ari datang ke tempat mbah Kiai Yasin. Kiai Sanusi ikut serta pada watu itu. Di situ, mereka diiringi oleh Kiai Asnawi Kudus, terus diantar datang ke Pekalongan. Lalu, bersama Kiai Irfan, datang ke kediaman Habib Hasyim.
Begitu KH Hasyim Asy’ari duduk...