Jumat 26 Jul 2024 15:35 WIB

Pro-Kontra Kasus Wanda Harra, Pernahkah Terjadi di Masa Rasulullah?

Dalam Islam, lelaki yang keperempuanan disebut mukhannats.

Perempuan transgender menghadiri kelas membaca Alquran di Sekolah Islam Al Fatah di Yogyakarta, Indonesia, Ahad, 6 November 2022.
Foto: AP Photo/Dita Alangkara
Perempuan transgender menghadiri kelas membaca Alquran di Sekolah Islam Al Fatah di Yogyakarta, Indonesia, Ahad, 6 November 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kehadiran pegiat media sosial Wanda Harra dalam pengajian beberapa waktu lalu memunculkan kontroversi. Apakah kasus serupa pernah terjadi pada masa Rasulullah ﷺ?.

Menurut berbagai riwayat, Ummu Salamah, salah satu istri Rasulullah ﷺ, meriwayatkan bahwa pada malam penaklukkan al-Thaif pada tahun ke-8 Hijriyah, Nabi ﷺ mengunjunginya. Saat itu, seorang mukhannath bernama Hit juga hadir. 

Baca Juga

Mukhannath adalah istilah dalam fikih Islam untuk menyebut lelaki yang bersifat keperempuanan. Mereka berbeda dengan khuntsa yang berarti seseorang yang lahir dengan kelamin ganda, lain juga dengan para kasim (pria yang dikebiri) atau homoseksual (luthy).

Rasulullah kala itu mendengar Hit berkata kepada saudara laki-lakinya, 'Abdallah bin Abi Umayya. "Jika Allah mengabulkan bahwa kamu menaklukkan al-Thaif besok, pergilah kejar putri Ghaylln; karena dia maju dengan empat dan pergi dengan delapan!" Terhadap hal ini Nabi ﷺ bersabda, “Jangan biarkan kehadirannya (Hit) di hadapanmu!”

Pernyataan Hit soal "empat" dan "delapan" dijelaskan oleh para penafsir secara panjang lebar, mengacu pada lekukan tubuh perempuan yang dianggap ideal pada zaman itu. 

Hadits serupa diriwayatkan dari 'Aisyah, yang direkam oleh Ibn Hanbal dan Imam Muslim. Diriwayatkan, “Ada seorang mukhannath yang biasa dibolehkan di hadapan istri-istri Nabi ﷺ. Dia dianggap termasuk orang yang kurang tertarik pada wanita (min ghayruli I-irba)." Saat Rasulullah ﷺ mendengar mukhannats itu menerangkan soal lekuk tubuh seorang perempuan kepada saudaranya, ia kemudian dikucilkan. 

Abu Dawud menambahkan dua hadits terkait kisah tersebut. Yang pertama menyatakan bahwa Nabi mengusir mukhannath tersebut, yang kemudian tinggal di padang pasir dan datang ke Madinah sepekan sekali untuk meminta makanan. Menurut yang kedua, dikatakan kepada Nabi ﷺ (setelah pengusiran), "Nanti dia akan mati kelaparan!". Rasulullah kemudian mengizinkannya memasuki kota dua kali seminggu untuk mengemis dan kemudian kembali ke padang pasir.

Dalam hadits Aisyah, kata-kata Nabi ﷺ menyiratkan bahwa kesadaran mukhannath tentang apa yang dianggap menarik oleh laki-laki pada wanita adalah bukti ketertarikan seksualnya terhadap mereka. Karena alasan inilah dia dan orang-orang seperti dia harus dilarang dari ruangan wanita. Namun, berbagai hadits tentang pengusiran mukhannathun lebih dari itu, menyiratkan bahwa mukhannathun harus dibuang dari masyarakat sama sekali, tidak hanya dari lingkungan perempuan. 

Konteks soal ketertarikan seksual ini membuat sebagian ulama di masa datang menggolongkan mukhannats menjadi dua kelompok. Kelakuan Hit ini kemudian dinamai mukhannats taqallufi yang artinya perilaku menyerupai perempuan yang dibuat-buat. Ia berbeda dari mukhannats khilqi yang merupakan sifat feminis pada laki-laki yang merupakan bawaan lahir. Sejumlah ulama seperti Ibn Hajar Al-Ashqalani, Al-Kirmani, dan Al-'Ayni berpandangan bahwa pihak yang disebut belakangan tak bisa dihukum namun harus berupaya meredam kecenderungan mereka.

Sementara ada hadits lemah yang diriwayatkan Ibnu Majah melaporkan dari Shafwan bin Umayyah bahwa Rasulullah ﷺ pernah mengutuk seorang mukhannath karena ia memainkan musik. 

Sedangkan penyebutan mukhannathun dalam Shahih al-Bukhari, bukan terdapat dalam sebuah hadis, melainkan dalam pendapat (ra'y) karya al-Zuhri (125/742). Disebutkan sebagai pelengkap sejumlah hadits tentang keabsahan shalat yang dipimpin oleh seorang imam yang moralnya dipertanyakan, yaitu bahwa seseorang harus bisa menjadi makmum seorang mukhannath hanya jika diperlukan.

Everett K Rowson seorang pakar Timur Tengah dari Universitas Pennsylvania menuliskan dalam artikelnya pada 1991 “The Effeminate of Medina” bahwa tak satupun sumber menyatakan bahwa Rasulullah ﷺ benar-benar mengusir lebih dari dua mukhannathun. Sementara, terdapat banyak bukti bahwa mukhannats terus memiliki akses ke tempat tinggal perempuan dan mendeskripsikan perempuan kepada laki-laki lain. 

Berbagai sumber yang disusun oleh al -'Ayni dan Ibnu Hajar memberikan lima nama berbeda untuk mukhannathun yang dibuang oleh Rasulullah ﷺ, yang mana Hit (atau Hind) adalah yang paling sering disebutkan; diskusi panjang dapat ditelusuri melalui para komentator mengenai apakah Hit dan Mati' (atau Mani) adalah dua mukhannathun buangan yang berbeda atau hanya satu dengan dua nama. Sebanyak enam pembuangan yang berbeda juga disebutkan.

Di sisi lain, tidak ada keraguan mengenai rendahnya status sosial mukhannath, sebagaimana terlihat jelas dari hadis yang memberikan hukuman jika menggunakan istilah tersebut sebagai penghinaan. Ibnu Majah dan al-Tirmidzi meriwayatkan hadis yang menyebutkan hukuman dua puluh cambukan untuk orang yang memfitnah seseorang sebagai mukhannath. Hukuman yang sama juga untuk seseorang yang menuduh orang lain sebagai kaum luthy (homoseksual).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement