REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Parlemen Thailand telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pernikahan Sejenis. Setelah disetujui raja, warga di negeri gajah putih tersebut akan bisa melakukan pernikahan sesama lelaki atau sesama perempuan yang diakui dan tercatat dalam administrasi negara.
Aktivis LGBT Hartoyo mengungkapkan, Pemerintahan di Thailand lebih responsif dan réalistis terkait keberagaman setiap warga dalam korteks mempromosikan dan menjamin hak asası manusia (HAM). “Toh institusionalisasi perkawinan cukup mendatangkan cuan dan tidak merugikan negara papan. Apalagi Pemerintah Thailand sudah memulai isu ini sebagai bisnis agar mendapatkan devisa negara,”ujar Hartoyo yang merupakan direktur Our Voices lewat pesan tertulis kepada Republika, Kamis (20/6/2024).
Lebih jauh, Hartoyo mengatakan, pada dasarnya, legalisasi pernikahan sejenis upaya pengadministrasian kegiatan bernegara agar terhindar dari penyelewengan, penggelapan, hingga pemalsuan.
Faktor lainnya, ujar Hartoyo, Thailand merupakan salah satu negara di dunia yang tidak pernah dijajah. Dengan demikian, kebencian kepada LGBT tidak ditanamkan kepada masyarakat mereka karena tidak pernah dijajah oleh Belanda atau negara-negara Eropa lainnya.
Dia menjelaskan, pada masa penjajahan, di saat masyarakat Asia khususnya Nusantara memiliki beragam gender dan seksualitas yang dihargai, pada saat itu Belanda menerapkan hukum kriminalisasi pada homoseksual. Menurut dia, budaya ragam gender dan seksualitas yang kita miliki di Nusantara distigma sebagai liyan oleh kolonial, tak bermoral dan tak beradab.
"Nilai-nilai kolonial itu ditanamkan pada negeri jajahannya selama ratusan tahun dan Indonesia salah satunya,"kata dia.
MUI: Bertentangan dengan Pancasila..