REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkara halal yang dibenci Allah adalah perceraian. Bila suami yang memaklumkan cerai, maka itu disebut sebagai talak. Adapun jika si istri yang menggugat cerai suaminya dengan jalur pengadilan, itu diistilahkan sebagai khulu' (dengan memberikan tebusan) atau fasakh (tanpa tebusan).
Perceraian adalah jalan akhir yang dapat ditempuh jika suami-istri tak lagi meyakini bahwa hubungan mereka dapat bertahan. Karena itu, penting sekali bagi mereka--terutama pihak suami--agar mempertimbangkan dengan hati-hati keputusan berpisah.
Berikut ini adalah tata cara talak yang sesuai syariat Islam.
Talak Tiga Sekaligus
Jumhur ulama memang mengatakan bahwa talak tiga bisa jatuh jika suami mengatakannya tiga kali dalam satu majelis. Contohnya, ”Kamu saya talak, kamu saya talak, kamu saya talak.” Maka jatuhlah talak tiga.
Namun pendapat ini bukanlah satu-satunya. Karena ulama lain mengatakan bahwa lafaz seperti itu tidak menjatuhkan talak tiga tapi hanya talak satu saja. Dasarnya adalah hadits berikut ini.
Dari Mahmud bin Labid berkata bahwa Nabi Muhammad SAW menceritakan kepada kami tentang seorang yang menceraikan istrinya talak tiga sekaligus. Lalu Rasulullah SAW berdiri sambil marah dan berkata, "Apakah kitabullah dipermainkan, sementara aku masih berada di antara kamu?” Sampai-sampai ada seorang yang berdiri dan bertanya kepada Rasulullah SAW, ”Ya Rasul, Bolehkah aku membunuh orang itu?” (HR Imam An-Nasa’i)
Selain itu memang dalam Alquran telah disebutkan bahwa talak itu berjenjang. “Talak itu dua kali” sebagaimana disebutkan dalam Surat Al-Baqarah.
Kedua pendapat ini merupakan pilihan yang masing-masingnya memiliki sejumlah dalil yang kuat.
Talak tak Butuh Saksi
Menalak istri adalah sebuah pernyataan untuk melepaskan hubungan syar'i antara suami dengan istri. Talak dilakukan oleh suami kepada istrinya, tanpa membutuhkan saksi atau hadir di depan hakim. Cukup dilakukan dengan lafadz, ungkapan atau pernyataan. Ungkapan atau lafaz cerai itu ada dua macam. Pertama lafaz yang sharih (jelas atau eksplisit) dan kedua lafaz yang majazi (tidak jelas atau implisit).
Lafaz sharih berarti lafaz yang jelas. Di dalamnya disebutkan secara jelas kata cerai, talak atau firaq. Jika hal ini disebutkan, maka meski dilakukan dengan main-main, talaknya tetap jatuh.
Contoh lafaz yang sharih adalah ”aku ceraikan kamu.” Bila itu diucapkan oleh seorang suami kepada istrinya, maka jatuhlah talak satu. Bahkan, meski ucapannya itu dilakukan dengan main-main.
Rasulullah SAW bersabda, “Tiga hal yang main-mainnya tetap dianggap serius, yaitu nikah, talak dan rujuk.” Dalam lain riwayat disebutkan, “nikah, talak dan membebaskan budak.”
Selanjutnya, lafaz yang bersifat kina`i. Ini berarti lafaz yang tidak secara jelas menyebutkan cerai atau bisa bermakna ganda. Misalnya, seorang suami berkata kepada istrinya, ”Pulanglah kamu ke rumah orang tuamu.” Dalam kasus seperti ini, maka yang menjadi titik acuannya adalah niat dari suami ketika mengucapkannya atau `urf (kebiasaan) yang terjadi di negeri itu.
Misalnya, kata-kata,”Pulanglah ke rumah orang tuamu.” Apakah lafaz ini berarti talak atau bukan? Jawabannya tergantung niat atau kebiasaan yang terjadi di masyarakat. Jika kebiasaannya lafaz itu yang digunakan untuk mencerai istri, maka jatuhlah talak itu. Bila tidak, maka tidak.
Talak kina`i ini tidak menjatuhkan talak kecuali bila dengan niat dari pihak suami. Jadi tergantung pada niatnya saat melafalkan lafaz kina’i itu.
Istri tak Ditemui saat Talak
Yang terpenting istri itu tahu dan mendengar informasi bahwa dirinya sudah ditalak suaminya. Tidak ada persyaratan bahwa lafaz talak itu harus diucapkan suami langsung di depan istrinya.
Talak bisa saja disampaikan lewat tulisan atau pesan yang dibawa seseorang kepada istri. Talak itu sudah jatuh terhitung sejak suami mengatakannya, bukan tergantung kapan istri mengetahuinya.