REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kemajuan industri pakan hewan ternak kerap melahirkan inovasi terbaru. Tidak hanya menjadikan bahan baku nabati, bahan baku yang bersumber dari protein hewani juga dijadikan pakan. Beberapa kalangan industri pakan hewan ternak bahkan menjadikan darah dan tulang babi yang dicampur dengan tepung kemudian diekstrak untuk pakan ternak yang memiliki kandungan gizi tinggi seperti kambing, sapi atau ayam.
Hal tersebut menimbulkan pertanyaan mengingat pembuatan pakan hewan yang sesuai dengan prinsip halal merupakan keharusan bagi umat Islam yang memperhatikan ketentuan agama dalam konsumsinya. Salah satu masalah yang sering dibahas adalah penggunaan darah babi dalam formulasi pakan hewan. Meskipun secara ilmiah dapat memberikan manfaat nutrisi, penggunaan darah babi dalam pakan hewan menimbulkan pertanyaan serius tentang kehalalannya dalam Islam.
Penggunaan darah babi sebagai pakan hewan ternak telah menjadi topik yang kontroversial dalam konteks kepatuhan terhadap prinsip halal dalam Islam. Dalam ajaran Islam, daging babi dan segala turunannya dianggap haram untuk dikonsumsi oleh umat Islam. Namun, dalam industri pakan hewan, darah babi kadang digunakan sebagai bahan pakan karena kandungan proteinnya yang tinggi.
Hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia Majelis Ulama Indonesia (MUI) 2024 yang berlangsung di Bangka, 28-31 Mei 2024 mengungkapkan, pada dasarnya segala makanan dan minuman yang berada di bumi adalah halal kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Wilayah keharaman sangat sempit jika dibandingkan dengan wilayah kehalalan. Sehingga ketika tidak ada dalil yang mengharamkan atau menghalalkan, maka kembali pada hukum asal yaitu boleh.
Ketika ayat Alquran turun dengan membawa perintah yang berisi larangan mengonsumsi makan- an haram dan kewajiban mengonsumsi yang halal, umat islam menaati hal tersebut atas dasar keimanan dan ketaatan. Seperti yang terdapat pa da surat An-Nur ayat 51 berikut ini, “Hanya ucapan orang-orang mukmin, yang apabila mereka diajak kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul memutuskan (perkara) diantara mereka, mereka berkata, “Kami mendengar, dan kami patuh” Dan merekalah orang-orang yang beruntung”.
Ijtima Ulama memutuskan, hukum memanfaatkan babi sebagai bahan produk atau memanfaatkan unsur babi dan turunannya dalam proses produksi produk pangan adalah haram.Pemanfaatan darah babi dan turunanya untuk bahan pakan hewan ternak hukumnya haram.
Pakan ternak yang memanfaatkan darah babi dan turunannya hukumnya najis dan haram untuk diperjualbelikan. Sementara itu, hewan ternak yang diberikan pakan ternak yang memanfaatkan babi dan turunannya tidak dapat disertifikasi halal.
Ijtima Ulama menggunakan beberapa dalil antara lain firman Allah SWT yang memerintahkan konsumsi yang halal dan thayyib.
"Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah- langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu". (QS. Al-Baqarah [2]: 168).
Firman Allah SWT yang menjelaskan haramnya babi
"Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, da- rah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpak- sa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al- Baqarah [2]:173)
Firman Allah SWT yang menjelaskan haramnya babi karena najis
ٌََََُُّّْْْْْْْْKatakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyu- kan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu kotor (najis)” (QS. Al An’aam: 145)
Pendapat Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab Tuhfatu al-Muhtaj juz 1 halaman 290 yang menyebutkan kenajisan babi dan larangan pemanfaatannya:
ََُ.... Dan (barang najis berikutnya adalah) babi, karena kondisinya lebih buruk dari anjing. Hal ini karena tidak diperbolehkan me- manfaatkan babi dalam kondisi normal (halat al-ikhtiyar) seke- tika itu meski dapat dimanfaatkan, maka tidak datang seperti halnya serangga. Juga karena dianjurkan untuk membunuhnya meski tidak membahayakan.
Pendapat Imam al-Nawawi dalam kitab Raudlatu al-Thalibin, juz 2 halaman 65 menyatakan tentang larangan pemanfaatan babi baik dalam kondisi hidup maupun setelah mati.