Selasa 04 Jun 2024 00:01 WIB

Bagaimana Haji Mengubah Individu Jadi Tokoh Perubahan?

Haji menjadi wasilah banyak orang untuk berubah.

Petugas mendorong kursi roda calon haji lansia menuju aula pemberangkatan di Asrama Haji Embarkasi Aceh, Banda Aceh, Aceh, Jumat (31/5/2024). Kementerian Agama memberikan layanan khusus bagi jamaah haji lansia pada pelaksanaan haji 1445 H/2024, dengan jumlah 44.795 orang atau 21 persen dari total 213.320 jamaah calon haji regular Indonesia.
Foto: ANTARA FOTO/Khalis Surry
Petugas mendorong kursi roda calon haji lansia menuju aula pemberangkatan di Asrama Haji Embarkasi Aceh, Banda Aceh, Aceh, Jumat (31/5/2024). Kementerian Agama memberikan layanan khusus bagi jamaah haji lansia pada pelaksanaan haji 1445 H/2024, dengan jumlah 44.795 orang atau 21 persen dari total 213.320 jamaah calon haji regular Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Haji menjadi ibadah yang menarik perhatian jutaan manusia di seluruh kawasan. Baik Muslim maupun bukan, mereka terkesima menyaksikan jutaan orang berbondong-bondong mendatangi Tanah Suci Makkah.

Di sana mereka berkumpul di Arafah dalam satu waktu. Kemudian ketika mentari terbenam, mereka sama-sama bergeser menuju Muzdalifah. Lalu bergeser lagi ke Mina untuk lempar jumrah.

Baca Juga

Sekilas, ibadah haji banyak menguras energi. Jamaah haji banyak bergerak menghabiskan tenaga dan harta. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang tak kuasa, karena sakit, hingga akhirnya tutup usia di sana.

Ini merupakan ibadah yang paling berat bila dibandingkan ibadah lainnya. Dalam berbagai kitab sejarah dan riwayat hadits, dijelaskan, bagaimana para jamaah haji yang sudah mengenakan ihram berjalan kaki atau menunggangi kuda atau onta, terlihat lusuh. Wajahnya berdebu. Kulit badannya kering. Bahkan berat badannya menyusut. Mereka bersusah payah untuk bisa sampai ke Tanah Suci untuk bermunajat di rumah Allah.

Ini merupakan berkah pertama dalam melaksanakan haji, yaitu keteguhan niat dan sungguh-sungguh istikamah mewujudkan cita-cita. 

Setiap mereka yang melaksanakan haji harus susah payah, mengorbankan banyak hal, untuk melaksanakan haji. Terlebih mereka yang bukan berasal dari Timur Tengah, bahkan dari kawasan yang jauh. Jelas mereka akan lebih ‘berkeringat’ untuk dapat berhaji. 

Harta yang akan menjadi bekal berhaji akan lebih banyak. Kemudian harus juga memiliki mental yang kuat dan pengetahuan yang cukup untuk berhaji.

Kedua, mereka akan mendapatkan saudara baru, jaringan haji

Ketika sampai di Tanah Suci, jamaah bertemu dengan guru yang memperluas pandangannya tentang Islam dan pergerakan. Atau bertemu dengan teman bisnis, sehingga dapat berkolaborasi menjalankan usaha baru yang saling menguntungkan.

Bahkan bisa jadi bertemu dengan orang asing dari berbagai kawasan. Mereka kemudian saling berkomunikasi untuk menggapai tujuan mulia seperti membangun dan membesarkan lembaga pendidikan, lembaga sosial, dan membangun kolaborasi yang menghasilkan perubahan besar.

Ketiga, mendapatkan wawasan baru.

Wawasan di sini terkait banyak hal. Terkait ekonomi dan bisnis misalkan. Jamaah haji ketika berinteraksi dengan Muslim di Tanah Suci mendapatkan pengetahuan baru mengenai bisnis baru. Kemudian hal itu diterapkan di kampung halaman dan menguntungkan. 

Wawasan baru juga termasuk apa yang sedang menjadi tren di kawasan lain. Tidak selalu yang sedang ramai di internet. Bisa jadi itu adalah hal yang lebih dalam sehingga si jamaah haji memiliki optimisme untuk membawa perubahan di kampung halaman.

Contoh perubahan prilaku jamaah haji setelah sampai kampung halaman adalah sebagai berikut.

Semakin taat beribadah

Yang semula kurang menjadi sempurna melaksanakan sholat lima waktu. Tidak bolong-bolong.

Semakin banyak teman

Karena pengalaman di Tanah Suci, mereka menjadi punya teman baru di kawasan yang berbeda, bahkan antarpulau dan antarnegara.

Semakin teguh pendirian

Haji bisa jadi menghasilkan pribadi yang mantap berpendirian. Kalau sudah yakin bahwa harus bersedekah, maka tak ada yang bisa merintangi niat baik tersebut. Kalau sudah mantap menyekolahkan anak ke pesantren, maka dia akan berupaya mewujudkan hal itu.

Dahulu ulama di Nusantara dahulu memiliki pandangan mengenai kemerdekaan setelah melaksanakan haji. KH Ahmad Dahlan, KH Hasyim Asy’ari, dan banyak ulama lainnya, menyepakati komitmen untuk melepaskan diri dari penjajahan asing.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement