Sabtu 11 May 2024 22:13 WIB

Ramai Muhammadiyah VS Salafi, Begini 3 Pandangan Muhammadiyah Terhadap Budaya 

Muhammadiyah tidak sepenuhnya anti budaya

Rep: Fuji E Permana / Red: Nashih Nashrullah
Kader-kader Muhammadiyah (ilustrasi). Muhammadiyah tidak sepenuhnya anti budaya
Foto:

Contoh lainnya lagi, Islam menganjurkan umatnya untuk membangun masjid sebagai tempat ibadah. Namun tidak ada ketentuan yang pasti bentuk bangunan masjid itu, karena hal itu diserahkan kepada adat budaya masing-masing umat.

Oleh karena itu, jika di Jawa umat Islam membangun masjid dengan bentuk joglo umpamanya, maka hal tersebut tidak dipermasalahkan.

Demikianlah penghormatan Islam terhadap adat budaya setempat. Islam tidak hanya mengakui suatu adat budaya, bahkan terkadang menjadikannya sebagai sumber hukum yang bisa dirujuk dalam hal-hal yang belum ada ketentuannya dalam Alquran dan Sunnah.

Demikian dilansir dari buku Tanfidz Keputusan Musyawarah Nasional Tarjih ke-27 di Malang, Jawa Timur pada 1 - 4 April 2010. Diterbitkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

2. Kebudayaan yang Semula Bertentangan Dengan Syariat, Kemudian Diperbaiki Sehingga Sesuai Dengan Syariat

Contohnya adalah syair-syair yang dilantunkan orang-orang Jahiliyah dahulu yang mengandung unsur-unsur kemusyrikan. Ketika Islam datang, melantunkan syair tetap dibenarkan, namun tentu saja tidak boleh mengandung hal-hal yang bertentangan dengan agama, seperti kemusyrikan, bidah dan hal-hal yang membantu kezaliman. 

Dapat dikemukakan di sini bahwa usaha para Wali Songo memodifikasi kesenian wayang dengan wayang yang berisi ajaran-ajaran Islam yang diselipkan dalam ceritanya.

3. Kebudayaan yang Bertentangan dengan Syariat

Adat budaya yang bertentangan dengan syariat Islam itu adalah semua hasil karya manusia yang menyalahi nas-nas Alquran dan Sunnah atau mengandung unsur-unsur kemusyrikan, bidah, khurafat, takhayul, kezaliman dan hal-hal negatif lainnya. 

Jika sebuah adat budaya itu jelas-jelas bertentangan dengan Alquran dan Sunnah, maka hasil karya dan ciptaan manusia tersebut harus ditundukkan kepada ajaran Islam. Bukan sebaliknya, Islam yang harus mengikuti kebudayaan tersebut.

Ini karena hasil karya dan tradisi sebuah masyarakat itu bisa berupa kebatilan yang telah disepakati, sementara nas-nas syariat yang terbukti keasliannya tidak mungkin mengandung unsur kebatilan.

Sebuah tradisi itu hanya mengikat masyarakat yang meyakininya, sedang nas syariat mengikat seluruh umat manusia, sehingga dengan demikian nas jauh lebih kuat.

Contoh adat budaya yang menyalahi syariat adalah seperti budaya larung laut. Dalam budaya ini orang-orang mempersembahkan sesajian berupa kepala kerbau dan hasil pertanian lalu menghanyutkannya ke laut.

Budaya ini berasal dari adat budaya Hindu, yang dilakukan oleh sebagian orang-orang Jawa untuk mengharap berkah dari penunggu lautan dan menghindarkan mereka dari mara bahaya. 

Contoh lain, budaya “ngaben” yang dilakukan oleh orang-orang Hindu Bali. Dalam budaya tersebut mereka membakar mayat dengan upacara besar- besaran dengan kepercayaan orang yang meninggal tersebut dapat masuk nirwana dengan upacara tersebut.

Budaya ini jelas-jelas bertentangan dengan syariat Islam yang mewajibkan kita menghormati mayat dan mengharamkan kita mengusik, melukai atau mengganggunya.

Hal-hal di atas merupakan sebagian contoh adat budaya yang bertentangan dengan ajaran Islam, sehingga umat Islam tidak boleh mengikuti atau mengamalkannya.

Islam melarangnya karena adat budaya seperti itu merupakan adat budaya yang tidak mengarah kepada kemajuan adab dan tidak mempertinggi derajat kemanusiaan dan bangsa. Sebaliknya justru merupakan kebudayaan yang menurunkan derajat kemanusiaan. 

Dalam penjelasan Undang-undang Dasar Pasal 32, disebutkan, “Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement