REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin menyatakan program bimbingan kawin yang digawangi jajarannya potensial dalam mencegah atau menurunkan angka stunting.
"Hasil riset kita, ada korelasi positif antara bimwin (bimbingan kawin) dan ketahanan keluarga. Karenanya, kami sudah terbitkan edaran kepada seluruh KUA bahwa seluruh calon pengantin harus ikut bimwin," ujar dia dalam keterangan di Jakarta, Selasa (6/2/2024).
Ia menjelaskan korelasi antara bimwin dan stunting. Selama mengikuti bimwin, calon pengantin mendapat banyak wawasan, antara lain cara menjadi ibu/istri dan bapak/suami, cara mendidik anak, masalah kesehatan, termasuk ketahanan keuangan keluarga.
Untuk itu, katanya, para calon pengantin sekarang diharuskan ikut bimwin. "Selama ini sifatnya belum wajib, hanya target 20 hingga 30 persen (calon pengantin mengikuti bimwin). Ke depan, 100 persen calon pengantin harus ikut bimwin," kata dia.
Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Bappenas Amich Alhumami mengatakan bahwa stunting saat ini menjadi isu nasional dan krusial.
Maka dari itu, kata dia, dibutuhkan upaya semua pihak dalam mengatasinya, termasuk Kementerian Agama. Kantor urusan agama (KUA) mempunyai fungsi besar dalam sektor pembangunan agama, termasuk dalam pencegahan stunting.
"Sumbangan Kementerian Agama (dalam mengatasi stunting) antara lain memberikan pendidikan publik, utamanya kepada remaja yang akan menikah, melalui bimbingan perkawinan," kata dia.
Ia menjelaskan pada 2008, ada sekitar 21 juta anak bawah lima tahun (balita), tujuh juta di antaranya mengalami stunting. Setelah 15 tahun (2023), mereka duduk di bangku SMP/MTs dan sebagian menjadi sampel pengukuran Programme for International Student Assessment (PISA).
Baca juga: 5 Kunci Agar Rezeki yang Diperoleh Berkah di Dunia Menurut Alquran dan Hadits
"Hasilnya menggambarkan Indonesia dengan stunting yang tinggi, pararel dengan hasil PISA yang rendah," kata dia.
Berdasarkan angka itu, katanya, sebagai hal yang menyebabkan stunting menjadi isu nasional dan krusial. Apalagi, Indonesia akan menghadapi bonus demografi yang memuncak pada 2026 hingga 2033. Potensi ini perlu dikelola, termasuk dengan pencegahan stunting.
Amich menjelaskan bahwa faktor determinan timbulnya stunting terjadi sejak masa kehamilan. Melalui bimwin, Kemenag dapat memberikan pemahaman dini terkait dengan dunia pernikahan dan keluarga, termasuk mempersiapkan kehamilan.
"Remaja perlu tahu betapa penting masa kehamilan dan 1.000 hari kehidupan pertama bayi. Sebab, itu menjadi titik tolak masa kembang anak. Jika balita stunting dan tidak teratasi, kerusakan kognitifnya permanen," katanya.