Sabtu 20 Jan 2024 21:40 WIB

Uni Emirat Arab Desak AS Dukung Gencatan Senjata di Gaza

UEA mengingatkan AS situasi di kawasan kian memanas akibat efek perang Gaza.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Andri Saubani
Warga Palestina memeriksa puing-puing Masjid Yassin yang hancur setelah terkena serangan udara Israel di kamp pengungsi Shati di Kota Gaza.
Foto: AP Photo/Adel Hana
Warga Palestina memeriksa puing-puing Masjid Yassin yang hancur setelah terkena serangan udara Israel di kamp pengungsi Shati di Kota Gaza.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK – Duta Besar Uni Emirat Arab (UEA) untuk PBB Lana Nusseibeh mendesak Amerika Serikat (AS) untuk segera mendukung gencatan senjata di Jalur Gaza. Dia memperingatkan bahwa situasi di kawasan kian memanas akibat tersambar efek perang Gaza.

“Kita membutuhkan gencatan senjata kemanusiaan sekarang, kita tidak bisa menunggu 100 hari lagi. Risikonya tinggi, perang di Gaza jelas merupakan luka terbuka dan mengganggu stabilitas kawasan,” kata Nusseibeh, seraya menambahkan bahwa AS dapat memainkan peran penting dalam meredakan ketegangan, dikutip laman Al Arabiya, Sabtu (20/1/2024).

Baca Juga

AS diketahui telah beberapa kali memveto rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata di Gaza. Veto dilakukan karena rancangan resolusi terkait tidak mengutuk serangan dan operasi infiltrasi Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023 yang menyebabkan lebih dari 1.100 orang tewas. 

Sejak pertempuran di Gaza pecah pada 7 Oktober 2023, eskalasi pun terjadi di wilayah perbatasan Lebanon-Israel. Kelompok Hizbullah, yang mendukung perlawanan Hamas, mulai meluncurkan serangan lintas batas ke wilayah Israel. Hingga berita ini ditulis, Hizbullah dan Israel masih kerap terlibat konfrontasi dan kontak senjata di wilayah perbatasan.

Situasi di Laut Merah juga ikut memanas akibat perang di Gaza. Hal itu karena kelompok Houthi Yaman membidik kapal-kapal dagang yang melintasi wilayah perairan tersebut. Houthi mengklaim, mereka hanya menargetkan kapal dagang milik Israel atau menuju pelabuhan Israel. Serangan Houthi terhadap kapal-kapal Israel merupakan bentuk dukungan mereka terhadap perlawanan Palestina.

Pada 18 Desember, AS membentuk satuan tugas (satgas) maritim untuk merespons serangan Houthi terhadap kapal dagang di Laut Merah. Namun hal itu tak membuat Houthi menghentikan aksinya. Pada 11 Januari 2024 lalu, AS dan Inggris akhirnya melancarkan serangan militer ke sejumlah wilayah Yaman, termasuk ibu kota Sanaa. Mereka membidik fasilitas-fasilitas milik Houthi.

Hingga berita ini ditulis, AS setidaknya sudah tiga kali meluncurkan serangan ke Yaman. Namun alih-alih menciut nyalinya setelah menghadapi serangkaian serangan, Houthi justru menyatakan siap perang terbuka dengan AS.

Sementara itu, pada Senin (15/1/2024) lalu, Iran meluncurkan serangan rudal ke kota Erbil di Kurdistan, Irak. Dalam pernyataannya, Garda Revolusi Iran mengatakan bahwa serangan itu bertujuan menghancurkan markas spionase Israel. Setidaknya empat warga sipil tewas dan enam lainnya mengalami luka-luka akibat serangan Iran.

Pemerintah Irak mengutuk keras serangan yang dilancarkan Iran ke wilayah Erbil. Kementerian Luar Negeri Irak, dalam pernyataannya pada Selasa (16/1/2024) mengatakan, mereka akan mengambil segala opsi hukum terhadap tindakan yang dianggap sebagai pelanggaran kedaulatan negara tersebut. Salah satu langkah yang bakal diambil Irak adalah melaporkan serangan Iran ke Dewan Keamanan PBB.

Saat ini perang Israel-Hamas masih berlangsung di Gaza. Lebih dari 24.900 warga Gaza sudah terbunuh sejak Israel meluncurkan agresinya pada 7 Oktober 2023. Sebagian besar dari korban meninggal adalah perempuan dan anak-anak. Sementara korban luka sudah melampaui 62 ribu orang.

Menurut PBB, 85 persen penduduk Gaza telah menjadi pengungsi di tengah kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan. Sementara 60 persen infrastruktur di wilayah tersebut, termasuk di dalamnya fasilitas kesehatan dan rumah sakit, rusak atau hancur. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement