Kamis 07 Dec 2023 05:55 WIB

Sosok Intelijen CIA yang Justru Dukung Palestina dan Gagalkan Operasi Rahasia Amerika

CIA mempunyai kepentingan besar di Palestina dan kawasan

Rep: Umar Mukhtar / Red: Nashih Nashrullah
 Clayton Ames agen CIA. CIA mempunyai kepentingan besar di Palestina dan kawasan
Foto:

Setelah lulus, Zein menjadi penasihat khusus dan penerjemah Pangeran Zayed di Abu Dhabi. Zein menerima panggilan telepon dari seorang pengunjung Amerika yang memperkenalkan dirinya sebagai atase komersial di Konsulat Amerika. 

Ketika mereka bertemu, orang Amerika tersebut menjelaskan kepada Zein ihwal perwakilan kantor CIA tersebut. Si orang Amerika itu ingin menjalin hubungan komunikasi dengannya. Zein tampak tidak terkejut dan tidak menolak secara tegas. 

Pengunjung Amerika tersebut memberitahu bahwa nanti di Lebanon Zein akan menerima komunikasi dari seorang pria bernama Bob Ames (Robert Clayton Ames). Setahun kemudian, Zein bertemu dengan Ames. Ames membuka percakapan dengan mengatakan bahwa kantor CIA telah mengumpulkan detail kehidupannya. Zein tidak terkejut. Justru yang membuat dia terkejut adalah ketika Amerika berkomplot dengan Zionis Israel untuk mengorbankan negara-negara Arab.  

Pada akhirnya, Zein bekerja sama dengan Ames. Abdel Fattah, Basil Al Kubaisi, dan juga Zein, tidak menerima uang sepeser pun selama menjalin komunikasi dengan Ames untuk memberikan informasi. 

Ames berterus terang kepada Zein, bahwa dia ditugaskan oleh Presiden Amerika Serikat Richard Nixon untuk menemukan cara melakukan kontak komunikasi dengan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). Di sinilah Zein mengenalkan Ames pada Ali Hassan Salama, atau Pangeran Al-Ahmar, yakni komandan intelijen Fatah. 

Keluarga Salama pindah ke Beirut setelah ayahnya, pemimpin Palestina bernama Hassan Salama, mati syahid selama operasi militer melawan Zionis Israel pada 1948. Presiden Mesir kala itu, Gamal Abdel Nasser memerintahkan untuk membawa istri Hassan Salama, yang menderita dalam mengasuh anak-anaknya, ke Mesir. 

Di Mesir, anak-anak Hassan Salama, termasuk Ali Hassan Salama, mengenyam pendidikan dengan biaya negara. Pemerintah Gamal Abdel Nasser juga mengalokasikan gaji untuk keluarga Hassan Salama. 

Ali Hassan Salama mengambil spesialisasi di bidang teknik, dan setelah menyelesaikannya ia belajar bahasa Jerman, kemudian bergabung dengan organisasi Fatah. Yasser Arafat, yang saat itu Ketua PLO, menugaskan Ali Hassan Salama ke Badan Pengawasan yang khusus menangani kontra-intelijen. 

Ali dilatih oleh intelijen Mesir, dan kemudian dia mendirikan badan intelijen Palestina bernama Al Quwwah 17. Ali berteman dengan Mustafa Zein melalui Persatuan Mahasiswa Arab, dan kemudian menyatakan keinginannya untuk menghubungi pejabat Amerika. 

Ali Hassan Salama menjadi sumber informasi utama bagi agen intelijen Amerika Serikat Robert Ames alias Bob Ames, mengenai situasi Palestina. Informasi yang disampaikan Ames kepada CIA memiliki pengaruh besar.

Baca juga: Pesan Rasulullah SAW: Jangan Pernah Tinggalkan Sholat 5 Waktu

Informasi yang Ames berikan kepada CIA menjadi penyebab munculnya diskusi yang serius dan meluas mengenai apakah lebih baik bagi Amerika untuk meninggalkan Raja Hussein di Yordania demi PLO. Jika bukan karena Perang Dingin, tentu ini akan menjadi pilihan yang nyata. 

Ames menggambarkan Gamal Abdel Nasser sebagai sosok yang memiliki kepedulian besar dan pemimpin populer yang dengan tulus berusaha memperbaiki kehidupan petani miskin di Mesir. Namun Nasser membangun negara yang tidak efisien dan terkadang goyah. Nasser digambarkan tidak diktator, dan tidak korup. 

Lebih dari satu presiden Amerika...

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement