Selasa 05 Dec 2023 22:20 WIB

PBB Nyatakan tidak Ada Zona Aman Bagi Warga Sipil di Gaza

Jalur Gaza menjadi wilayah pemboman Israel.

Rep: Mabruroh/ Red: Nora Azizah
Wanita Palestina memanggang roti di dekat gedung keluarga mereka yang hancur akibat pemboman Israel di Jalur Gaza di desa Khuza.
Foto: AP Photo/Adel Hana
Wanita Palestina memanggang roti di dekat gedung keluarga mereka yang hancur akibat pemboman Israel di Jalur Gaza di desa Khuza.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada hari Selasa (5/12/2023), memperingatkan bahwa tidak mungkin menciptakan apa yang disebut zona aman bagi warga sipil untuk melarikan diri ke dalam jalur Gaza di tengah kampanye pemboman Israel. 

Israel awalnya memfokuskan serangannya di wilayah utara, namun tentara kini juga menyebarkan selebaran di wilayah selatan, memberitahu warga sipil Palestina di sana untuk melarikan diri ke wilayah lain. 

Baca Juga

“Apa yang disebut zona aman, tidak ilmiah, tidak rasional, tidak mungkin dilakukan, dan saya pikir pihak berwenang menyadari hal ini,”kata juru bicara badan anak-anak PBB UNICEF, James Elder, dilansir dari Alarabiya, Selasa (5/12/2023).

Komentarnya muncul ketika pasukan Israel memerangi militan Hamas di Jalur Gaza selatan, setelah memperluas serangan mereka lebih jauh ke wilayah yang terkepung. 

Israel mengatakan, pihaknya berperang dengan Hamas setelah serangan kelompok militan tersebut pada 7 Oktober yang menewaskan 1.200 orang, sebagian besar warga sipil, dan menyebabkan sekitar 240 sandera, menurut pihak berwenang Israel. 

Sebagai pembalasan atas serangan terburuk dalam sejarahnya, Israel telah berjanji untuk memberantas Hamas dan menjamin pembebasan semua sandera yang ditahan di Gaza. 

Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas di Gaza mengatakan, perang tersebut telah menewaskan hampir 15.900 orang di wilayah tersebut, sekitar 70 persen di antaranya adalah perempuan dan anak-anak. 

Ketika serangan Israel semakin meluas ke Gaza, organisasi-organisasi bantuan internasional telah memperingatkan bahwa warga sipil di wilayah berpenduduk padat itu kehabisan tempat untuk mengungsi. 

Elder bersikeras bahwa zona aman yang dideklarasikan oleh Israel tidak bisa aman dan tidak bersifat kemanusiaan jika diumumkan secara sepihak. “Kepura-puraan bahwa ada tempat yang aman bagi orang-orang untuk mengungsi adalah hal yang tidak berperasaan,” katanya. 

Elder menekankan bahwa dalam zona aman yang tepat, Israel harusnya dapat menjamin kondisi makanan, air, obat-obatan, dan tempat tinggal, namun ini tidak.

Elder, yang menghabiskan sekitar seminggu terakhir di Gaza, menekankan bahwa tidak ada satupun hal yang terjamin di wilayah yang ditetapkan sebagai zona aman. 

“Ini sama sekali tidak ada. Anda tidak bisa melebih-lebihkan hal ini. Ini petak-petak kecil tanah tandus, atau pojok jalan, trotoar,” ujarnya.

Tidak ada air, tidak ada fasilitas, tidak ada tempat berlindung dari dingin dan hujan (dan) tidak ada sanitasi,” tambahnya.

Elder menunjukkan bahwa di tempat penampungan yang penuh sesak yang menjadi tempat sebagian besar pengungsi di Gaza, terdapat sekitar satu toilet untuk setiap 400 orang. 

“Sekarang singkirkan orang-orang itu dan tempatkan mereka di tempat yang disebut tempat aman. Ada puluhan ribu orang yang tidak memiliki toilet, tidak ada satupun, tidak ada air bersih, tidak ada minuman,” katanya. 

“Tanpa air, tanpa sanitasi, tanpa tempat berlindung, apa yang disebut sebagai zona aman berisiko menjadi zona penyakit,” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement