REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Muhammadiyah meluncurkan Muhammadiyah Climate Center dalam Global Forum for Climate Movement: Promoting Green Culture, Innovation and Cooperation yang diadakan di Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta, pada 17-18 November 2023.
Menurut keterangan tertulis Kementerian Luar Negeri di Jakarta, Ahad (19/11/2023), selain meluncurkan Muhammadiyah Climate Center yang merupakan sumbangsih Muhammadiyah dalam upaya penanganan perubahan iklim, forum tersebut juga menghasilkan Seruan Aksi (Call to Action) dalam mengatasi tantangan perubahan iklim.
Direktur Jenderal Amerika dan Eropa Kementerian Luar Negeri, Umar Hadi, menekankan pentingnya aksi nyata yang berkelanjutan untuk mengatasi tantangan iklim, seperti pembentukan Muhammadiyah Climate Center dan kontribusi Indonesia mengurangi laju deforestasi.
“Kami di Kemlu melihat Muhammadiyah punya sumber daya intelektual yang sangat besar. Kalau sebagian mau mencurahkan perhatiannya untuk mengatasi persoalan ini, kita bisa beradaptasi untuk mengatasi problem yang diakibatkan perubahan iklim,” kata Umar.
Umar juga menekankan pentingnya setiap negara berperan sesuai kapasitas dalam semangat kemitraan agar dapat menyiasati keterbatasan sumber daya yang ada, dan keperluan akan pendekatan multi-pihak dari seluruh lapisan, pemerintah, organisasi internasional, lembaga swadaya masyarakat, swasta dan lembaga keagamaan serta komunitas lokal.
“Setelah acara ini Muhammadiyah akan melanjutkan dan memperkuat inisiatif untuk membangun gerakan yang kaitannya pelestarian lingkungan dan perubahan iklim, melalui Green Campus, Green Hospital, dan mengembangkan berbagai Gerakan maupun program berbasis masyarakat,” kata Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti.
Seruan Aksi yang dihasilkan dalam forum global tersebut menyatukan seluruh pandangan ke dalam komitmen kerja sama nyata dalam empat area, yaitu membangun budaya hijau; inovasi dalam ketahanan iklim; strategi, inisiatif, kerangka hukum dan pendanaan untuk adaptasi; serta pendekatan kolaboratif untuk masa depan yang hijau.
Dalam pelaksanaannya, Seruan Aksi tersebut menjalankan praktik ramah lingkungan berbasis ajaran keyakinan, menerapkan teknologi hemat energi dan berkelanjutan di sekolah, kampus, rumah sakit dan pelayanan kesehatan.
Selain itu, Seruan Aksi tersebut juga mengintegrasikan mekanisme pendanaan berkelanjutan, dan penguatan kemitraan, kolaborasi, saling tukar praktik dengan seluruh pihak, termasuk akademisi, pada berbagai inisiatif perubahan iklim.
Selama dua hari penyelenggaraan, forum tersebut dihadiri oleh pembicara dan peserta dari Australia, Jepang, Kenya, Malaysia, Maroko, Belanda, Norwegia, Papua Nugini, Filipina, Singapura, Inggris, Amerika Serikat, dan Vatikan, serta perwakilan organisasi internasional seperti UNDP, UNESCAP dan Uni Eropa.