Ahad 12 Nov 2023 22:33 WIB

Apartehid Zioinis Israel Lebih Buruk dari Afrika Selatan? Ini Beberapa Buktinya

Zionis Israel dinilai terapkan politik apartheid di Palestina

Warga Tepi Barat Palestina menaiki tangga untuk menlintasi tembok pemisah yang dipasang Israel untuk shalat jumat di Kompleks Al Aqsa, Jumat (8/6). Mereka dilarang memasuki Yerusalem berdasar batas umur minimal yang boleh memasuki Al Aqsa.
Foto:

Namun, otonomi yang diberikan kepada Palestina tersebut, kemudian mengingatkan banyak orang pada kawasan serupa yang pernah diterapkan rezim apartheid di Afrika Selatan dan Namibia, yaitu bantustan.

Bantustan yang merupakan bagian dari kebijakan apartheid ini, adalah sebuah teritori yang dikhususkan untuk orang kulit hitam. Sepuluh bantustan pernah dibangun di Afrika Selatan, dan sepuluh lainnya di Namibia. Territorial yang homogen itu diberi semacam otonomi. 

Ronnie Kasrils, aktivis yang memperjuangkan penghapusan rezim apartheid di Afrika Selatan, menulis di Middle East Monitor, tentang kesamaan Afrika Selatan dengan Israel. 

Dalam tulisannya yang bertajuk Apartheid in Duplicate, bekas menteri Afrika Selatan pasca-rezim Apartheid, ini, mengatakan Israel dan Afrika Selatan samasama muncul sebagai rezim apartheid pada Mei 1948.

Israel dan Afrika Selatan, kata Ronnie, sama-sama menerapkan kebijakan berbasis etnik dan ras. Di Afrika Selatan, orang-orang kulit putih yang menjadi penduduk isti mewa, kelas satu, dan eksklusif. Sedangkan, di Israel, penduduk istimewa, kelas satu, dan eksklusif adalah orang Yahudi. 

Mereka memonopoli hak untuk memiliki tanah, pro perti, bisnis; punya akses lebih superior terhadap pendidikan, kesehatan, sosial, dan pelayanan-pelayanan lainnya dibanding penduduk asli serta berbagai privilise lainnya. 

Israel dan Afrika Selatan pun menerapkan aturan hukum untuk tidak membolehkan perkawinan campuran, demi kemurnian ras. 

"Afrika Selatan di bawah rezim kulit putih, dan Palestina yang dikangkangi Israel, adalah cerita yang sama, sama-sama dijajah, sama-sama diperlakukan diskriminatif, sama-sama menjadi sasaran prasangka, sama-sama menjadi warga kelas dua, bahkan kelas tiga, serta setiap saat menjadi sasaran pembantaian dan pembersihan etnik secara sistematis," tulis Ronnie.

Ronnie bercerita, pada 2004 silam, de legasi Afrika Selatan pernah mengunjungi Yas ser Arafat di markasnya di Ramallah. Ronnie ada dalam delegasi itu bersama be kas wakil menteri luar negeri Afrika Selatan, Aziz Pahad. Melihat situasi sekelilingnya, Aziz Pahad serta merta berkomentar, "Ini tidak lain adalah bantustan!" 

Namun, Ronnie dan sejumlah anggota delegsai lain menilai bantustan masih lebih baik ketimbang apa yang terjadi di Palestina. Karena bantustan tidak dibom oleh pesawat-pesawat tem pur, digilas tank, dan digempur misil. 

Baca juga: 10 Peluang Pintu Langit Terbuka Lebar, Doa yang Dipanjatkan Insya Allah Dikabulkan  

Kepada Arafat, Ronnie mengatakan bahwa di bantustan, rezim Pretoria masih meng a lirkan dana, membuat bangunan-bangunan pemerintahan yang megah, dan berbagai kebijakan lain untuk memperlihatkan kepa da dunia bahwa mereka serius dengan pem buatan 'pemerintahan terpisah' tersebut. "Bahkan, bantustan tak diberi pagar (tembok pemisah)," tulis Ronnie. 

 

Dalam tulisannya Ronnie menyatakan Nelson Mandela pernah menyampaikan pernyataan terkenal kepada Yasser Arafat pada 4 Desember 1997 silam: "PBB telah mengambil sikap tegas melawan apartheid; dan setelah berbilang tahun konsensus in ternasional pun terbangun, yang membantu untuk mengakhiri sistem apartheid yang bengis. Tapi, kita semua tahu bahwa kemerdekaan kita belum sempurna tanpa kemerdekaan Palestina."   

photo
Peta Blokade Gaza - (Republika)

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement