Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Miftahul Huda menjelaskan, secara bahasa, boikot adalah bersekongkol menolak untuk bekerja sama, menolak berurusan dagang, menolak berbicara, menolak ikut serta, dan lain sebagainya. Sedangkan pemboikotan adalah proses, cara atau perbuatan memboikot.
Kiai Huda mengatakan, secara hukum memboikot itu sah dan dibolehkan, selama belum ada perjanjian kerja sama. Karena membeli sebuah produk adalah hak dan bukan kewajiban. "Maka sebagai konsumen, kita berhak menentukan pilihan, apakah membeli atau tidak," kata Kiai Huda kepada Republika.co.id, Ahad (15/10/2023).
Kiai Huda mengatakan, jika dikaitkan dengan penyerangan Israel terhadap Palestina, maka seruan pemboikotan terhadap produk-produk Israel dapat dijadikan sebagai upaya perlawanan terhadap kekuatan zionis Internasional yang cengkraman kukunya telah menguasai dunia Islam.
Baca juga: 6 Anggota Tubuh Dimulai dari Huruf Alif dan Ba yang Disebutkan dalam Hadits Nabi SAW
Kiai Huda menegaskan, dalam peperangan, upaya untuk menyerang tidak hanya dengan tembakan rudal dan senapan, tetapi dengan semua sisi, di antaranya perang narasi di media digital dan perang ekonomi.
Pada hakikatnya, ketika produk suatu negara berhasil menguasai pasar suatu negara lain, maka secara ekonomi, ini adalah serangan ekonomi yang berhasil.
"Untuk itu, upaya untuk menahan serangan itu dengan memboikot atau menahan import dari negara tertentu, apalagi negara tersebut sedang memusuhi salah satu negara Islam," ujar Kiai Huda. (Umar Mukhtar, Mabruroh)