Rabu 01 Nov 2023 17:06 WIB

Wanita di Gaza Terpaksa Pakai Pil Penunda Menstruasi di Tengah Perang

Banyak perempuan Palestina yang terpaksa meminum pil penunda menstruasi.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Seorang wanita Palestina berjalan di jalan yang rusak di kamp pengungsi Jenin di Tepi Barat, Rabu, (5/7/2023).
Foto:

Meskipun Adnan memahami kesulitan yang ada saat ini, dia tetap menyarankan bahwa dalam keadaan normal perempuan harus berkonsultasi dengan dokter sebelum meminum tablet ini. Hal ini penting untuk mengetahui apa efek pil ini dan penggunaannya yang berkelanjutan terhadap kesehatan fisik seorang wanita.

“Hal ini dapat mempengaruhi perubahan hormonal alami seorang wanita, tanggal menstruasinya di bulan berikutnya, jumlah darah yang keluar, dan apakah menstruasinya berhenti,” jelas Adnan.

#Tidak Ada privasi, Air, dan Pembalut

Perempuan Gaza yang mengungsi bersama keluarganya di sebuah sekolah yang dikelola PBB di sebelah barat Khan Younis, Samira al-Saadi berharap bisa berbuat lebih banyak untuk putrinya yang berusia 15 tahun yang mendapat menstruasi pertamanya beberapa bulan lalu.

Putrinya kewalahan karena baru saja mulai menstruasi dan harus mengatur menstruasinya di tempat penampungan yang padat, kata wanita berusia 55 tahun itu. “Dia membutuhkan pembalut dan air untuk mencuci, tapi kebutuhan dasar ini tidak tersedia," ujar Samira.

Samira khawatir membelikan putrinya pil penunda menstruasi karena dia khawatir pil tersebut akan berdampak pada kesehatan anaknya.

“Dia tidak mengerti kenapa dia harus melalui semua ini,” kata Samira. 

“Saya mencoba membantunya, tapi apa yang dia butuhkan tidak ada," ucap dia.

Sementara itu, Ruba Seif yang tinggal di tempat penampungan bersama keluarganya juga mengaku tidak memiliki air serta privasi. 

“Tidak ada privasi, kamar mandi tidak memiliki air mengalir, dan kami tidak bisa keluar dengan mudah untuk mencari apa yang kami butuhkan,” kata perempuan berusia 35 tahun ini.

“Saya tidak dapat menahan kram menstruasi selain rasa takut yang terus-menerus kami alami, kurang tidur, dan kedinginan karena tidak cukup selimut," ujar dia.

Pikiran untuk mengatasi masa-masa di tempat penampungan selalu menjadi sumber stres bagi Ruba. Ruba yang sibuk mengasuh keempat anaknya, yang tertua berusia 10 tahun dan yang bungsu berusia dua tahun, akhirnya meminta kakaknya untuk mencarikan obat penunda haid. Setelah mencari di beberapa apotek akhirnya dia menemukannya.

"Perempuan lain di sekitar saya di sekolah meminta pil ini kepada saya,” kata Ruba.  

“Salah satu dari mereka mengatakan kepada saya bahwa dia telah melalui masa terburuk dalam hidupnya. Saya tahu efek samping negatifnya, tapi pil ini jauh lebih berbahaya daripada misil, kematian, dan kehancuran di sekitar kita," jelas dia.

 

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement