Selasa 10 Oct 2023 09:56 WIB

Muslim Inggris Bela Hak Palestina Lakukan Perlawanan Terhadap Israel

Muslim Inggris mengeluarkan sikap membela Palestina.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Muhammad Hafil
Warga Palestina mengeluarkan jenazah dari reruntuhan bangunan pasca serangan udara Israel di kamp pengungsi Jebaliya, Jalur Gaza, Senin,(9/10/2023).
Foto: AP Photo/Ramez Mahmoud
Warga Palestina mengeluarkan jenazah dari reruntuhan bangunan pasca serangan udara Israel di kamp pengungsi Jebaliya, Jalur Gaza, Senin,(9/10/2023).

REPUBLIKA.CO.ID,LONDON -- Sedikitnya 46 organisasi, cendekiawan, dan aktivis Muslim Inggris mengeluarkan pernyataan bersama, membela hak warga Palestina. Mereka mendukung upaya membela diri dan perlawanan, yang dilakukan terhadap pendudukan ilegal dan kekerasan brutal Israel.

Pernyataan tersebut juga menyerukan diakhirinya pendudukan dalam segala bentuknya dan pembongkaran negara kolonial pemukim Israel. Mereka menolak istilah “terorisme” yang disematkan ketika menggambarkan tindakan perlawanan Palestina.

Baca Juga

Tidak hanya itu, mereka mendukung diakhirinya kriminalisasi tindakan solidaritas dengan Palestina oleh pemerintah Inggris.

Dilansir di 5 Pillars UK, Selasa (10/10/2023), berikut pernyataan lengkapnya:

"Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat." (QS Al-Isra' ayat 1)

1. Kami, sebagai anggota terkemuka komunitas Muslim Inggris, menegaskan kembali hak rakyat Palestina untuk melawan pendudukan militer Israel, termasuk hak melakukan perjuangan bersenjata.

2. Hak rakyat Palestina untuk melakukan perlawanan bersenjata diabadikan dalam hukum kebiasaan internasional dan telah ditegaskan oleh Majelis Umum PBB dalam berbagai kesempatan, dalam konteks hak untuk menentukan nasib sendiri bagi semua orang di bawah rezim kolonial dan rasis atau bentuk dominasi asing lainnya (seperti Resolusi 37/43 (1982) dan Resolusi 3314 (1974)).

3. Israel adalah negara kolonial pemukim yang melakukan kejahatan apartheid terhadap warga Palestina yang tinggal di seluruh wilayah yang dikuasainya. Mereka (Israel) terlibat dalam pembersihan etnis terhadap penduduk asli di tanah yang dikuasainya, dengan menghancurkan desa-desa dan kota-kota Palestina, mengusir penduduknya dan digantikan oleh pemukim kolonial dari belahan dunia lain.

Israel telah melakukan blokade ekonomi genosida di Jalur Gaza selama lebih dari 16 tahun dan menciptakan penjara terbuka terbesar di dunia. Mereka secara rutin menodai Masjid Al Aqsa dengan melancarkan serangan bersenjata terhadap masjid dan jamaah yang hendak beribadah di sana.

4. Kami menolak penggunaan kata “terorisme” untuk menggambarkan tindakan perlawanan Palestina.  Tidaklah pantas bagi kekuatan penjajah dan mereka yang mendukungnya melalui dukungan politik, militer dan keuangan, mendikte para korban dominasi kolonial ini bagaimana mereka harus melawan.

5. Kami juga mencatat dengan penuh keprihatinan, bahwa pemerintah Inggris bermaksud untuk secara efektif mengkriminalisasi segala bentuk perlawanan terhadap kekejaman Israel. Baik yang berupa kekerasan atau non-kekerasan, seperti BDS, protes, aksi langsung dan menunjukkan segala bentuk solidaritas terhadap Perjuangan kemerdekaan Palestina.

Hal ini menunjukkan bahwa bukan cara perlawanan Palestina yang menjadi masalah bagi pemerintah Inggris, tetapi perlawanan Palestina dan eksistensi Palestina itu sendiri.

6. Kami sangat yakin bahwa agar perdamaian dapat terwujud di kawasan:

 – Semua tahanan Palestina harus segera dibebaskan.

 – Negara apartheid harus dibongkar sepenuhnya.

 – Pengungsi Palestina dan keturunan mereka harus diizinkan pulang jika mereka menginginkannya.

 – Inggris harus menghentikan dukungan militer, keuangan dan moralnya untuk Israel. 

Sejumlah nama yang ikut menandatangani pernyataan ini antara lain pemusik dan jurnalis Lowkey, perwakilan The Cordoba Foundation Dr Anas Altikriti, Dr Haitham Al-Haddad, Sheikh Suliman Gani, Moazzam Begg dan Dr Asim Qureshi dari CAGE, perwakilan Institute of Islamic Political Thought Dr Azzam Tamimi dan perwakilan Al-Nujum Institute Mawlana Mohammed Ahmed. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement